Berikutadalah kunci jawaban dari pertanyaan "Secara ekologis terumbu karang memiliki peranan sangat penting dalam menjaga kesimbangan lingkungan. Terumbu karang dapat berfungsi sebagai rumah bagi banyak jenis makhluk hidup di dalam laut. Terumbu karang menjadi tempat bagi hewan dan tanaman laut yang berkumpul untuk mencari makan, berkebang biak, Terumbu Karang adalah Hidupan Laut yang Penting Terumbu karang adalah salah satu keajaiban alam bawah laut yang sangat menakjubkan. Terumbu karang yang indah dan sehat merupakan rumah bagi berbagai jenis biota laut yang mengagumkan. Namun, keberadaannya seringkali terancam oleh kegiatan manusia, seperti pencemaran dan pemanasan global. Padahal, terumbu karang memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan sektor, terutama sektor pariwisata. Potensi Wisata dari Terumbu Karang Terumbu karang yang indah dan sehat merupakan daya tarik wisata yang sangat besar. Banyak wisatawan yang datang ke daerah-daerah pantai untuk melihat langsung keindahan terumbu karang. Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa daerah yang terkenal dengan keindahan terumbu karangnya, seperti Bali, Wakatobi, dan Raja Ampat. Potensi wisata dari terumbu karang sangat besar, sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah. Terumbu Karang sebagai Habitat Satwa Laut Terumbu karang juga memiliki peranan yang sangat penting sebagai habitat satwa laut. Banyak jenis biota laut yang hidup di dalam terumbu karang, seperti ikan, udang, kepiting, dan banyak lagi. Kehadiran terumbu karang yang sehat dan indah dapat menarik berbagai jenis satwa laut yang indah dan mengagumkan. Hal ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang ingin melihat satwa laut secara langsung di alam liar. Terumbu Karang sebagai Penyeimbang Ekosistem Laut Terumbu karang juga memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyeimbang ekosistem laut. Terumbu karang yang sehat dan indah dapat membantu menjaga keseimbangan populasi satwa laut. Selain itu, terumbu karang juga dapat membantu mengurangi dampak buruk dari pemanasan global dan pencemaran laut. Dengan menjaga keberadaan terumbu karang yang sehat, maka ekosistem laut dapat tetap seimbang dan berkelanjutan. Kesimpulan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan terumbu karang yang indah sangat penting dalam pengembangan sektor, terutama sektor pariwisata. Terumbu karang memiliki potensi wisata yang besar, serta peranan yang penting sebagai habitat satwa laut dan penyeimbang ekosistem laut. Oleh karena itu, kita semua harus menjaga keberadaan terumbu karang yang sehat dan indah agar dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia dan alam. FAQ 1. Apa itu terumbu karang? Terumbu karang adalah salah satu keajaiban alam bawah laut yang terdiri dari kumpulan karang dan organisme laut lainnya. 2. Apa manfaat terumbu karang? Terumbu karang memiliki potensi wisata, peranan penting sebagai habitat satwa laut, dan sebagai penyeimbang ekosistem laut. 3. Apa saja daerah di Indonesia yang terkenal dengan keindahan terumbu karangnya? Bali, Wakatobi, dan Raja Ampat merupakan beberapa daerah di Indonesia yang terkenal dengan keindahan terumbu karangnya. 4. Apa yang menjadi ancaman terbesar bagi keberadaan terumbu karang? Pencemaran dan pemanasan global merupakan ancaman terbesar bagi keberadaan terumbu karang. 5. Apa yang dapat kita lakukan untuk menjaga keberadaan terumbu karang? Kita dapat menjaga lingkungan sekitar terumbu karang agar tetap bersih dan sehat, serta mengurangi dampak buruk dari pemanasan global dan pencemaran laut.

Beberapapenuturan cerita di atas, merupakan pembelajaran COREMAP II, dapat dilihat bahwa kegiatan-kegiatan mata pencaharian alternatif sangat penting dalam sebuah program yang mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam memelihara alamnya serta mengelola kawasan konservasi terumbu karang yang lestari.

- Mengapa terumbu karang banyak ditemukan di wilayah Indonesia? Artikel ini adalah bagian dari Laman Edukasi yang disediakan untuk jawaban berbagai pertanyaan populer. Kali ini pertanyaan yang akan dijawab adalah Mengapa terumbu karang banyak ditemukan di wilayah Indonesia? Terumbu karang akan dapat tumbuh dengan baik pada suhu perairan laut antara 21 - 29 derajat celcius. Baca juga Apa Pendapatmu Tentang Sikap Penduduk? Jawaban Tematik Kelas 6 Tema 1 Indonesia berada di daerah tropis dan suhu perairannya hangat sehingga terumbu karang banyak ditemukan di Indonesia. Kedalaman air yang baik untuk tumbuhnya terumbu karang tidak lebih dari 18 meter. Terumbu karang juga mensyaratkan salinitas kandungan garam air laut yang tinggi. Melansir Indonesia memiliki terumbu karang terluas di dunia mencapai mencapai 284,3 ribu km persegi. Angka ini setara 18% terumbu karang di seluruh dunia. Terumbu karang adalah terumbu atau batuan sedimen kapur di laut yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan koral. Koral adalah binatang yang menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya. Jika ribuan koral membentuk koloni, koral-koral tersebut akan membentuk karang Keanekaragaman hayati terumbu karang sebagai potensi sumber daya laut di Indonesia memiliki jenis ikan, jenis moluska, jenis udang-udangan, dan 590 jenis karang. Mengapa terumbu karang wajib dilindungi dari kerusakan? GeografiXI. Artikel geografi kelas XI ini berisi tentang apa saja potensi sumber daya laut Indonesia dan bagaimana pengelolaannya. --. Kamu pasti sudah sering dengar kalau Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut paling luas, karena ternyata 2/3 wilayah Indonesia merupakan laut, sehingga Indonesia memiliki potensi sumber daya laut Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang cukup produktif di wilayah pesisir . Bagi berbagai spesies ikan, terumbu karang merupakan tempat asuhan, tempat memijah dan tempat mencari makan. Bagi para wisatawan, terumbu karang merupakan daya tarik wisata karena keindahannya. Keberadaan terumbu karang juga berperan dalam melindungi wilayah pesisir dari terpaan badai. Akan tetapi terumbu karang juga merupakan ekosistem yang rentan terhadap kerusakan. Ketergantungan yang tinggi akan sumber daya laut mengakibatkan pemanfaatan yang berlebihan dan perusakan terumbu karang. Konflik tata ruang, pencemaran, pemanasan gobal, dan gempa tektonik menjadi faktor penyebab degradasi ekosistem pesisir, tidak terkecuali terumbu karang. Penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang juga disebabkan oleh besarnya aktifitas manusia, kegiatan illegal fishing, kualitas perairan, sedimentasi dan kegiatan wisata bahari. Penangkapan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan trawl, bom, dan bius menyebabkan kerusakan terumbu karang secara massif. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free POTENSI SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN WPPNRI 572 Editor Prof. Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, Prof. Dr. Ir. Mochamad Fatuchri Sukadi, POTENSI SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN WPPNRI 572 ๎€จ๎‡๎Œ๎—๎’๎•๎€๎€ƒProf. Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, Prof. Dr. Ir. Mochamad Fatuchri Sukadi, ๎€ณ๎ˆ๎‘๎œ๎˜๎‘๎—๎Œ๎‘๎Š๎€ƒ๎€ฅ๎„๎‹๎„๎–๎„๎€๎€ƒSinta Nurwijayanti, ๎€ต๎ˆ๎‡๎„๎Ž๎–๎Œ๎€ƒ๎€ณ๎ˆ๎๎„๎Ž๎–๎„๎‘๎„๎€๎€ƒPermana Ari Soejarwo, ๎€ฏ๎„๎œ๎’๎˜๎—๎€๎€ƒEdwin Yulia Setyawan, ๎€ง๎ˆ๎–๎„๎Œ๎‘๎€ƒ๎€ถ๎„๎๎“๎˜๎๎€๎€ƒDuwi Agus Prasetiawan, S. Tr. Anim ๎€จ๎‡๎Œ๎–๎Œ๎€’๎†๎ˆ๎—๎„๎Ž๎„๎‘๎€๎€ƒCetakan pertama, November 2019 ๎€ญ๎˜๎๎๎„๎‹๎€ƒ๎€ซ๎„๎๎„๎๎„๎‘๎€ƒ๎€๎€ƒ๎€ƒxi + 248 hal ๎€ณ๎ˆ๎‘๎ˆ๎•๎…๎Œ๎—๎€๎€ƒAMAFRAD Press Gedung Mina Bahari III, Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat 10110 Telp 021-3519070 Fax 021 3513287 Email amafradpress Nomor IKAPI 501/DKI/2014 ISBN 978-623-7651-04-8 e-ISBN 978-623-7651-05-5 Hak Penerbitan ยฉ AMAFRAD Press i ๎€ฎ๎€ค๎€ท๎€ค๎€ƒ๎€ณ๎€จ๎€ฑ๎€ช๎€ค๎€ฑ๎€ท๎€ค๎€ต๎€ƒPuji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridho dan kemudahan-Nya, Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan BBRSEKP - Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan BRSDMKP dapat menghadirkan buku โ€œPotensi Sumber Daya Kelautan dan Perikanan WPPNRI 572โ€. Buku ini merupakan hasil buah karya peneliti BRSDMKP yang membahas mengenai sintesa hasil riset terkait potensi dan pemanfaataan sumber daya kelautan dan perikanan. BBRSEKP menjadi koordinator dalam penyusunan buku ini untuk menunjang capaian kinerja strategis BRSDMKP dalam pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dalam buku ini termuat pembahasan mengenai aspek lingkungan, ekologi, teknologi penangkapan, ekonomi, dan sosial budaya dalam mendukung pemanfaatan dan pengembangan sumber daya perikanan WPPNRI 572. Materi yang terangkum dalam buku ini merupakan hasil riset dan kajian terkini yang telah dilakukan para peneliti BRSDMKP di wilayah perairan WPPNRI 572. Buku ini mencakup tiga dimensi utama, yaitu a Potensi sumber daya dan kondisi lingkungan; b Dinamika pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, dan; c Sosial ekonomi nelayan dan kelembagaan pengembangan. Ketiga dimensi ini didukung oleh 16 makalah dengan sekuensi dan konektivitas yang terintegrasi untuk mendukung tema utama buku ini. Keragaan potensi sumber daya akan menentukan pola pengelolaannya dan pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan produksi dan pendapatan nelayan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Editor, Peneliti, dan Tim Editorial yang telah menyelesaikan pembuatan buku ini. Harapan kami, buku ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan berkontribusi dalam akselerasi penyebarluasan hasil-hasil riset BRSDMKP. Jakarta, 2019 ii ๎€ธ๎€ฆ๎€ค๎€ณ๎€ค๎€ฑ๎€ƒ๎€ท๎€จ๎€ต๎€ฌ๎€ฐ๎€ค๎€ƒ๎€ฎ๎€ค๎€ถ๎€ฌ๎€ซ๎€ƒTim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, Prof. Dr. Ir. Ketut Sugama, Prof. Dr. Ir. Ngurah N. Wiadnyana, Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, Prof. Dr. Ir. Mochamad Fatuchri Sukadi, Dr. Ir. I Nyoman Suyasa, Dr-Ing. Widodo S. Pranowo, dan Dr. Singgih Wibowo, yang telah mengoreksi dan memberikan saran kepada Tim Penulis sehingga buku ini menjadi lebih sempurna dalam penyajian dan materi buku menjadi lebih baik. Ucapan terima kasih tak lupa Tim Penulis sampaikan juga kepada Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan BBRSEKP yang menjadi koordinator dalam penyusunan buku ini, Kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan BBRP2BKP, Kepala Pusat Riset Perikanan Pusriskan, Kepala Pusat Riset Kelautan Pusriskel, dan Tim Editorial BBRSEKP yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. iii ๎€ง๎€ค๎€ฉ๎€ท๎€ค๎€ต๎€ƒ๎€ฌ๎€ถ๎€ฌ๎€ƒKATA PENGANTAR ........................................................................................................................................... i UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................................... viii 1. POTENSI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN PADA WPPNRI 572 .................................................................................................................................... 1 Oleh Sonny Koeshendrajana, I Wayan Rusastra, dan Mochamad Fatuchri Sukadi 2. BAHAN AKTIF DARI LAUT DI WPPNRI 572 POTENSI DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA .......................................................................................................................... 13 Oleh Agus Heri Purnomo dan Sihono 3. KONDISI EKOSISTEM DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN TERUMBU KARANG KEPULAUAN HINAKO, KABUPATEN NIAS BARAT - SUMATRA UTARA ................................... 23 Oleh Taslim Arifin dan Muhammad Ramdhan 4. KARAKTERISTIK PANTAI DAN KERENTANAN PESISIR SUMATRA BARAT ............................. 41 Oleh Tubagus Solihuddin, Ulung J. Wisha, Ruzana Dhiaduddin, Triyono, dan Hikmat Jayawiguna 5. PEMANFAATAN DATA DAN INFORMASI OSEANOGRAFI BAGI PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN DI WPPNRI 572 .......................................................... 55 Oleh Dian Novianto dan Muhammad Taufik 6. SITUS KAPAL TENGGELAM BERSEJARAH DAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL SUMATRA BARAT ................................................................ 63 Oleh Nia Naelul Hasanah Ridwan, Try Al Tanto, dan Ulung Jantama Wisha 7. TINGKAT ANCAMAN DAN KEARIFAN LOKAL MITIGASI GEMPA DAN TSUNAMI DI WPPNRI 572 .............................................................................................................................................. 85 Oleh Semeidi Husrin, Joko Prihantono, Wisnu Aria Gemilang, Gunardi Kusumah, dan Aprizon Putera 8. DINAMIKA POTENSI DAN PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 572 ......................................... 111 Oleh Regi Fiji Anggawangsa, Ria Faizah, dan Ignatius Tri Hargiyatno 9. PERIKANAN KERAPU DAN KAKAP MERAH DI PERAIRAN SIBOLGA ...................................... 121 Oleh Ria Faizah, Regi Fiji Anggawangsa, dan Ignatius Trihargiyatno 10. POTENSI PENGEMBANGAN DAN DIVERSIFIKASI PRODUK OLAHAN RUMPUT LAUT DI PERAIRAN WPPNRI 572 ....................................................................................................................... 135 Oleh Sihono dan Agus Heri Purnomo 11. DUKUNGAN PROGRAM SKPT TERHADAP USAHA PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATRA BARAT ..................................................... 145 Oleh Risna Yusuf dan Nadia Permata Sari 12. DAMPAK IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NO. 71/2016 TENTANG JALUR DAN ALAT PENANGKAPAN IKAN TERHADAP USAHA PERIKANAN BAGAN PERAHU DI PROVINSI SUMATRA BARAT ................................................ 155 Oleh Rizki Aprilian Wijaya, Erfind Nurdin, dan Yayan Hikmayani iv 13. NELAYAN SKALA KECIL DI KOTA SIBOLGA KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI ........................................... 169 Oleh Riesti Triyanti, Christina Yuliaty, dan Hakim Miftakhul Huda 14. KARAKTERISTIK DAN PENDAPATAN NELAYAN DI PULAU ENGGANO ................................. 179 Oleh Retno Widihastuti dan Rizky Muhartono 15. INFRASTRUKTUR DAN JARINGAN SOSIAL PERIKANAN WPPNRI 572 DI PERAIRAN ACEH........................................................................................................................................................ 191 Oleh Armen Zulham 16. PERSPEKTIF SOSIAL EKONOMI STOCKING LOBSTER KE PERAIRAN SIMEULUE DI WPPNRI 572 ............................................................................................................................................ 201 Oleh Armen Zulham , Nendah Kurniasari, dan Christina Yuliaty 17. PELUANG DAN TANTANGAN USAHA PERIKANAN DI SABANG BAGI PEREKONOMIAN KOTA SABANG ...................................................................................................................................... 215 Oleh Mira, Rani Hafsaridewi, dan Freshty Yulia Arthatiani 18. POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN WPPNRI 572 KERAGAAN DAN PENGELOLAAN MENUJU PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN NELAYAN .................................................................................................................... 227 Oleh Sonny Koeshendrajana, I Wayan Rusastra, dan Mochamad Fatuchri Sukadi BIODATA EDITOR ......................................................................................................................................... 233 BIODATA PENULIS ....................................................................................................................................... 235 v ๎€ง๎€ค๎€ฉ๎€ท๎€ค๎€ต๎€ƒ๎€ท๎€ค๎€ฅ๎€จ๎€ฏ๎€ƒTabel Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan pada WPPNRI 572 Menurut KEPMEN KP Nomor 50 Tahun 2017 ................................. 3 Tabel Jenis Aktivitas dan Aplikasi Bahan Aktif Laut dari Rumput Laut di WPPNRI 572 Indonesia ........ 15 Tabel Bahan Aktif Laut dan Status Teknologi yang Telah Dihasilkan ....................................................... 17 Tabel Persentase Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015 .................................. 31 Tabel Matrik Kesesuaian Wisata Selam Kategori Objek Kapal Tenggelam .............................................. 72 Tabel Kesesuaian Wisata Diving Kapal Tenggelam di Kawasan Mandeh Tahun 2015 ............................. 74 Tabel Indeks Kesesuaian Wisata Selam Objek Kapal Tenggelam di Kawasan Mandeh tahun 2015 ......... 74 Tabel Beberapa Kejadian Gempa Bumi dan Tsunami Pasca Gempa Bumi dan Tsunami Aceh 2004 dengan Kekuatan Gempa Lebih Dari 6 di Sekitar Pulau Sumatra WPPNRI 572 Disarikan dari dan Sumber-Sumber Lainnya ............................................................... 91 Tabel Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572, Indonesia, Tahun 2017 .. 112 Tabel Status Sumber Daya Perikanan Tuna Tropis dan Neritic Tuna di Perairan IOTC .......................... 115 Tabel Ukuran Panjang dan Berat Beberapa Jenis Kerapu dan Kakap Merah Hasil Tangkapan Pancing Ulur di Sibolga, 2014 ...................................................................................................................... 128 Tabel Ukuran Panjang Total TL Ikan Kerapu di Beberapa Lokasi di Indonesia ................................... 128 Tabel Perbandingan Musim Penangkapan Kerapu di Perairan Indonesia ................................................ 129 Tabel Perbandingan Musim Penangkapan Kakap Merah di Perairan Indonesia ...................................... 130 Tabel Parameter Mutu Natrium Alginat ................................................................................................... 137 Tabel Kegiatan Pengolahan Produk Rumput Laut yang Berasal dari WPPNRI 572 ................................ 138 Tabel Rekomendasi Teknologi yang Dihasilkan oleh BBRP2BKP .......................................................... 140 Tabel Identifikasi Kondisi Infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat 2018 ........ 146 Tabel Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572, 2011 .......................................................... 147 Tabel Potensi dan Status Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572, Tahun 2011 dan 2016 ....... 148 Tabel Produksi Ikan Pelagis di Perairan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2014 ............... 149 Tabel Produksi Ikan Demersal di Perairan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2014 ........... 149 Tabel Identifikasi Kondisi Infrastruktur Program SKPT di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, 2018 ...................................................................................................................................... 150 Tabel Sarana Prasarana Program SKPT Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatra Barat ................................................................................................. 151 Tabel Jumlah Armada Kapal Perikanan Laut di Provinsi Sumatera Barat, 2015 ..................................... 158 Tabel Jumlah Nelayan di Provinsi Sumatra Barat Berdasarkan Kategori Nelayan, 2015 ........................ 158 Tabel Jumlah Alat Tangkap di Provinsi Sumatra Barat, 2015 .................................................................. 159 Tabel Kebutuhan Investasi Usaha Perikanan Bagan Perahu di Provinsi Sumatra Barat, 2017 Kapal ..................................................................................................................... 160 vi Tabel Biaya Tetap yang Dikeluarkan pada Usaha Perikanan Bagan di Provinsi Sumatra Barat, 2017 Kapal/Tahun .....................................................................................................161 Tabel Biaya Variabel Per Trip Operasi Penangkapan Ikan Menggunakan Alat Tangkap Bagan di Provinsi Sumatra Barat, 2017 .........................................................................................................161 Tabel Jumlah Penerimaan Armada Berdasarkan Komoditas Ikan dan Bulan di Provinsi Sumatra Barat, 2017 Per Unit Kapal ..........................................................................................................163 Tabel Prakiraan Keuntungan Usaha Perikanan Bagan pada Berbagai Simulasi di Provinsi Sumatra Barat, 2017 Per Unit Kapal ..........................................................................................................164 Tabel Struktur Biaya dan Tingkat Keuntungan Usaha Perikanan pada Armada Penangkapan Ikan dan kategori sesuai berkisar <1,5 atau <1. Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara 26 Sumber BMKG, 2015. Gambar Informasi Tinggi Gelombang di Perairan Pulau Nias dan Sekitarnya pada Saat Survei tanggal 13 - 14 Mei 2015. ๎€ฎ๎€ฒ๎€ฑ๎€ง๎€ฌ๎€ถ๎€ฌ๎€ƒ๎€จ๎€ฎ๎€ฒ๎€ถ๎€ฌ๎€ถ๎€ท๎€จ๎€ฐ๎€ƒ๎€ท๎€จ๎€ต๎€ธ๎€ฐ๎€ฅ๎€ธ๎€ƒ๎€ฎ๎€ค๎€ต๎€ค๎€ฑ๎€ช๎€ƒ๎€ง๎€ฌ๎€ƒ๎€ฎ๎€จ๎€ณ๎€ธ๎€ฏ๎€ค๎€ธ๎€ค๎€ฑ๎€ƒ๎€ซ๎€ฌ๎€ฑ๎€ค๎€ฎ๎€ฒ๎€ƒJenis batuan tektonik menjadi substrat dasar perairan di seluruh gugusan kepulauan Hinako. Jenis batuan tersebut menjadi dasar yang membentuk terumbu karang, sehingga hampir di seluruh pulau dapat ditemukan banyak terumbu karang. Menurut Shepard 1973, Kuenen 1960, Bird 1976 dan Mater & Bennet 1984 bahwa 75% dari seluruh terumbu karang terbentuk pada masa Pleistosen. Menurut Mather & Benneth 1984 saat itu terjadi "tectonic subsidenceโ€ penurunan lapisan kerak bumi di dasar samudra akibat letusan gunung berapi dan fluktuasi paras muka laut akibat terjadinya perubahan massa es mulai jaman Pleistosen hingga perioda resen yang mengakibatkan variasi pada kedalaman laut di sepanjang paparan kontinental continental shelf. Gempa tektonik yang terjadi akibat pergerakan lempeng bumi pada wilayah tersebut, mengakibatkan terjadinya pengangkatan up-lift pada daerah terumbu karang di gugusan Kepulauan Hinako Gambar Menurut Mustafa 2010, gempa Nias yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005 juga disebabkan oleh tumbukan lempeng India-Australia yang bergerak 6 -7 cm/tahun ke utara terhadap Eurasia. Pengulangan gempa Nias 1861 tidak menimbulkan tsunami karena episenternya tidak persis berada di daerah megathrust, serta kedalaman pusat gempa berada di ambang batas syarat untuk menimbulkan tsunami. Tektonik di Sumatra dikontrol oleh batas antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia bagian tenggara. Lebih lanjut Harjono 1992, menyatakan bahwa sesar Sumatra memiliki aktivitas yang tinggi sementara Sesar Mentawai hanya sebagiannya saja yang memiliki aktivitas yang cukup tinggi. Sumber Dokumentasi Survei. Gambar Pengangkatan Up-Lift Batu Karang Akibat Gempa Tektonik pada Tahun 2004 di Kepulauan Hinako - Nias Barat. Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan 27 Berdasarkan hasil survei, secara umum tipe karang di gugusan kepulauan merupakan tipe ๎€Ÿr๎€Ÿ๎€Ÿg๎€Ÿ๎€Ÿg reef karang tepi, dengan kondisi terumbu karang dalam kategori sedang di kisaran 30%-75% Gambar Terdapat 17 genus karang, yang didominasi oleh bentuk pertumbuhan bercabang branching/Acropora Gambar Untuk ikan karang yang berasosiasi dengan terumbu karang sebagai habitatnya, ditemukan beberapa jenis ikan target, ikan mayor, dan ikan indikator. Sumber Hasil Pengolahan Citra Satelit. Gambar Peta Sebaran Substrat Dasar Perairan Laut Terumbu Karang di Gugusan Kepulauan Hinako, Nias Barat, 2015. Sementara itu hasil survei yang dilakukan oleh Siringoringo et al. 2017, bahwa persentase tutupan karang hidup Kabupaten Nias Utara mengalami penurunan sebesar 2,49% dari tahun 2016 ke 2017. Pada tahun 2016 tutupan karang sebesar13,82% dan pada tahun 2017 tutupan karang sebesar 11,33%. Lebih lanjut Siringoringo et al. 2017, bahwa komunitas ikan terumbu karang di Nias Utara meningkat keanekaragaman jenisnya, untuk ikan indikator kepadatannya relatif stabil atau tidak mengalami perubahan, sedangkan kepadatan ikan target per hektar relatif stabil atau hanya mengalami sedikit penurunan, dan untuk biomassa ikan target per hektar mengalami penurunan, untuk ikan karnivor biomassa per hektar menurun sedangkan ikan herbivor naik. ๎€ƒ๎€ƒPulau Hinako Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara 28 ๎€ƒ๎€ƒPulau Asu ๎€ƒ๎€ƒ๎€ƒPulau Imana ๎€ƒ๎€ƒ๎€ƒPulau Heruanga Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan 29 ๎€ƒ๎€ƒPulau Bawa ๎€ƒ๎€ƒPulau Hamutala ๎€ƒ๎€ƒ๎€ƒPulau Langu Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara 30 ๎€ƒPulau Begi Gambar Kondisi Terumbu Karang di Pulau Hinako, Pulau Asu, Pulau Imana, Pulau Heruanga, Pulau Bawa, Pulau Hamutala, Pulau Langu, Pulau Begi Gugusan Kepulauan Hinako โ€“ Nias Barat, 2015. Persentase tutupan substrat dasar dapat dilihat pada Gambar dan Gambar Rata-rata persentase pengamatan yang dilakukan di Gugusan Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat didapatkan bahwa persentase karang hidup hard coral sebesar kondisi ini termasuk ke dalam kategori baik 50-75%. Persentase karang mati yang sudah ditumbuhi alga dead coral with algae sebesar 39,59%, kondisi ini masih terbilang sedang tingkat kerusakan atau kematian karangnya. Pada pengamatan juga ditemukan patahan karang rubble, spons sponge, dan biota lain others dengan persentase yang sangat kecil di bawah 6%. Gambar Persentase Rata-Rata Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.๎€ƒ๎€ค๎…๎Œ๎’๎—๎Œ๎†๎€”๎€‘๎€”๎€”๎€ˆ๎€‹algae๎€Œ๎€ƒ๎€–๎€œ๎€‘๎€˜๎€œ๎€ˆ๎€˜๎€”๎€‘๎€–๎€•๎€ˆ๎€ฒ๎—๎‹๎ˆ๎•๎–๎€“๎€‘๎€“๎€—๎€ˆ๎€•๎€‘๎€—๎€—๎€ˆ๎€˜๎€‘๎€˜๎€“๎€ˆ Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan 31 Gambar Persentase Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.๎€ƒJika dilihat persentase tutupan substrat dasar pada setiap titik pengamatan, persentase karang hidup tertinggi ada di titik penyelaman Pulau Langu dengan nilai 75,3% Tabel Persentase karang hidup terendah ada pada Gosong Ujung dengan nilai 39,32% sehingga memiliki persentase karang mati yang tertinggi sebesar 59,18%. Persentase karang mati terendah berada di Pulau Langu hanya 18,9%. Tingkat patahan karang tertinggi berada pada titik penyelaman Pulau Asu 1 dengan nilai 6,36%. Tingginya persentase karang hidup di Pulau Langu diduga karena relatif masih kurangnya tekanan antropogenik. Hal tersebut diperkuat oleh Widayatun et al. 2007 bahwa Pulau Langu tidak ada pemukiman. Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif secara biologis, namun juga merupakan ekosistem yang paling sensitif terhadap tekanan Birkeland, 1997. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Dedi & Arifin 2016 bahwa tekanan antropogenik yang terjadi pada perairan teluk Jakarta menyebabkan sistem metabolisme karang diperairan pulau-pulau kecil Teluk Jakarta terganggu. Tabel Persentase Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015. Selanjutnya Cleary et al. 2006 menyatakan bahwa semakin dekat dengan pantai Jakarta atau berada dalam wilayah Teluk Jakarta akan memiliki kondisi yang lebih buruk dibandingkan dengan terumbu karang yang terletak lebih jauh terutama akibat dampak aktivitas manusia. Selain faktor antropogenik, ekosistem terumbu karang juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan. Tinggi rendahnya konsentrasi nitrat, fosfat, dan silikat di perairan dipengaruhi daratan yang menyumbangkan buangan organik yang berasal dari limbah pertanian, industri, dan rumah tangga melalui sungai yang mengalir ke perairan tersebut Meirinawati & Muchtar, 2017. Indeks Mortalitas Karang IMK merupakan nilai indeks tingkat kematian karang pada titik pengamatan yang dilakukan. Nilai indeks yang mendekati angka 1 menandakan bahwa tingkat kematian karang sangat tinggi dan sebaliknya, apabila nilai indeks mendekati angka 0 maka tingkat kematian karang rendah. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan tingkat kematian karang tertinggi berada di titik penyelaman Gosong Ujung Pulau Hamutala dan Pulau Asu 1 dengan nilai 0,60 dan 0,59. Titik penyelaman 0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%GosongUjungPulau Asu1Pulau Asu2PulauBawaPulauLangu๎€ณ๎ˆ๎•๎–๎ˆ๎‘๎—๎„๎–๎ˆ๎€ท๎Œ๎—๎Œ๎Ž๎€ƒ๎€ณ๎ˆ๎‘๎œ๎ˆ๎๎„๎๎„๎‘SpongeRubbleOthersDCAAbiotic Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara 32 di Pulau Asu 2, Pulau Bawa dan Pulau Langu masih terbilang rendah tingkat kematian karang hidupnya Gambar Gambar Nilai Indeks Mortalitas Karang IMK di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015. Kerusakan atau kematian karang di Kepulauan Hinako disebabkan oleh faktor antropogenik, khususnya di Gosong dan Pulau Asu. Menurut Widayatun 2017, pemakaian alat tangkap jaring besar, bom dan potas yang dilakukan oleh nelayan dari luar Kepulauan Hinako. Menurut Hadi et al. 2018, faktor anthropogenik lebih banyak mempengaruhi kondisi karang di Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan hasil laut dan pemanfaatan lahan pesisir akan meningkat dan hal ini akan mengancam eksosistem pesisir, termasuk terumbu karang. Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu optimum antara 230C โ€“ 300C Nybakken, 1992, Sukarno et al., 1983. Menurut Carricart-Ganivert 2004 kenaikan suhu permukaan laut SPL dapat meningkatkan kalsifikasi karang sampai pada kecepatan tertentu, kemudian pertumbuhan kerangka akan menurun Tomascik, 1991. Sebaran intensitas kesehatan karang dipengaruhi oleh parameter lingkungan perairan. Lifeform atau bentuk pertumbuhan karang yang mendominasi di Gugusan Kepulauan Hinako didominasi oleh bentuk pertumbuhan bercabang coral branching dan karang meja coral tabulate Gambar Persentase dari kedua bentuk pertumbuhan tersebut memiliki nilai diatas 35% dari bentuk pertumbuhan yang ada di gugusan Kepulauan Hinako. Jumlah genus karang yang ditemukan sebanyak 17 genus karang dengan persentase genus tertinggi, yaitu Acropora dan Pocillopora Gambar Gambar Bentuk Pertumbuhan Karang pada Gugusan Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015. Ujung Pulau Asu 1 Pulau Asu 2 Pulau Bawa Pulau Langu๎€ฑ๎Œ๎๎„๎Œ๎€ƒ๎€ฌ๎‘๎‡๎ˆ๎Ž๎–๎€ท๎Œ๎—๎Œ๎Ž๎€ƒ๎€ณ๎ˆ๎‘๎œ๎ˆ๎๎„๎๎„๎‘05CB ACT ACB CM CE ACD CME CS CF CMR Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan 33 Gambar Persentase Genus Karang yang Ditemukan di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015. ๎€ณ ๎€€๎€€๎€€๎€ณ๎€€๎€€ ๎€ท ๎€ฌ ๎€€๎€ƒ ๎€€ ๎€€๎€€๎€ฌ ๎€€๎€€๎€€๎€€๎€ฑ๎€ƒ ๎€€๎€€๎€ฑ๎€ƒ ๎€€ ๎€€๎€€๎€€๎€€๎€ƒ ๎€ณ๎€€๎€ฑ๎€€๎€€๎€€ ๎€€๎€€๎€ฑ๎€€๎€€๎€ฑ๎€ƒ ๎€ท๎€€๎€€๎€€๎€€ ๎€€๎€€๎€ƒ ๎€€๎€€๎€€๎€€๎€ฑ๎€€ ๎€ƒ๎€€๎€€๎€ณ๎€€๎€€๎€€๎€€๎€€๎€ฑ๎€ƒ ๎€€ ๎€ฌ๎€ฑ๎€€๎€€๎€€๎€ƒBerdasarkan pengamatan menggunakan metode Line Intercept Transect LIT dengan panjang transek yang dibentangkan, yaitu 50 meter. Pengamatan dilakukan di 5 titik yang mewakili 3 pulau dari 8 pulau yang ada di Gugusan Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat, yaitu Pulau Asu, Pulau Bawa, Pulau Langu, serta Gosong Ujung di Pulau Hamutala dan Pulau Begi Gambar Sebaran terumbu karang Kepulauan Hinako, menunjukkan bahwa Pulau Langu dan Pulau Asu memiliki nilai sebaran yang relatif lebih tinggi dibanding dengan pulau lainnya. ๎€ƒPulau Hinako๎€ƒ๎ฐ๎ณ๎˜๎ฏ๎ต๎ฏ๎ฒ๎˜๎ต๎ฎ๎ต๎˜๎ฑ๎ฑ๎ญ๎˜๎ฑ๎ฎ ๎ญ๎˜๎ฐ๎ณ ๎ฌ๎˜๎ฒ๎ฎ ๎ฌ๎˜๎ฐ๎ญ ๎ฌ๎˜๎ฏ๎ด ๎ฌ๎˜๎ฏ๎ฐ ๎ฌ๎˜๎ฏ๎ฌ ๎ญ๎˜๎ญ๎ญ๎—๎„ž๎†Œ๎†๎„ž๎…ถ๎†š๎„‚๎†๎„žPersentase Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara 34 ๎€ƒPulau Asu๎€€๎€ƒ๎€ƒPulau Imana๎€€๎€ƒ๎€ƒPulau Heruanga๎€€๎€ƒ Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan 35 ๎€ƒPulau Bawa ๎€€๎€ƒPulau Hamutala ๎€ƒ๎€ƒPulau Langu๎€€ Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara 36 ๎€ƒPulau Begi๎€€Gambar Peta Kondisi Terumbu Karang di Gugusan Kepulauan Hinako โ€“ Nias Barat. Untuk mencegah semakin rusaknya terumbu karang, maka diperlukan pengelolaan terumbu karang. Pengelolaan ini pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia agar pemanfaatan terumbu karang dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Salah satu konsep pengelolaan terumbu karang adalah menetapkan Kawasan Konservasi Laut Arifin, 2008 dan pariwisata bahari Parwinia & Arifin, 2010; Yulius et al. 2013; Arifin et al. 2002. Kawasan Konservasi Laut telah menunjukkan manfaat yang berarti berupa peningkatan biomas. Hasil studi Halpern 2003, menunjukkan bahwa secara rata-rata, kawasan konservasi telah meningkatkan kelimpahan abundance sebesar dua kali lipat, sementara biomas ikan dan keaneka ragaman hayati meningkat tiga kali lipat. Parwinia & Arifin 2010, menyatakan bahwa pemanfaatan KKL menjadi kawasan wisata dan kegiatan perikanan dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Nilai ekologi-ekonomi untuk perubahan luasan KKL Selat Lembeh, menunjukkan bahwa semakin besar luasan KKL Selat Lembeh maka masing-masing nilai Effort open acces dan tangkap open acces menunjukkan penurunan, sedangkan nilai effort optimal tangkap optimal dan rente optimal tidak menunjukkan perubahan yang signifikan tetap. Adanya KKL Selat Lembeh dalam jangka panjang akan meningkatkan surpluls produsen Rp dikarenakan tersedianya stock perikanan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dampak "spill over" dari KKL Selat Lembeh dalam jangka panjang dapat mempengaruhi kesejahteraan nelayan karena ketersediaan stok dapat dijaga secara berkelanjutan. Keuntungan yang nyata telah dibuktikan di beberapa tempat di mana terumbu karang sudah dilindungi dengan baik, termasuk pada beberapa lokasi sebagai berikut Netherlands Antilles Taman Nasional Laut Bonaire, di mana pariwisata selam meningkat; the Seychelles Taman Nasional Laut Ste. Anne, di mana taman nasional digunakan baik oleh turis maupun penduduk setempat untuk berenang, berlayar, snorkeling, selam, dan perjalanan perahu beralas kaca; Fiji Tai Island, di mana hasil tangkapan nelayan kecil meningkat, kegiatan pariwisata berkembang pesat, dan pemegang hak penangkapan tradisional eksklusif dilibatkan dalam pengelolaan resort dan penyewaan perahu; Cozumel Island Mexican Caribbean di mana terjadi peningkatan jumlah wisatawan lokal dan manca negara yang datang untuk menyaksikan melimpahnya ikan-ikan karang; dan Kenya Taman Nasional dan Cagar Alam Malindi/Watamu, di mana pariwisata menghasilkan pendapatan melalui tiket masuk, biaya pemandu dan biaya kemping, penyewaan perahu dan peralatannya, serta hotel. Pada sisi lain, juga terjadi keuntungan Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan 37 tidak langsung dengan adanya permintaan terhadap lapangan pekerjaan di hotel-hotel, sebagai pemandu dan pengemudi perahu McNeely et al., 1994. Konservasi memiliki banyak manfaat yang signifikan yang akan membantu pengelolaan sumber daya kelautan dalam jangka panjang. Li 2000 merinci manfaat kawasan konservasi laut sebagai berikut manfaat biogeografi, keanekaragaman hayati, perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat penangkapan, peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan, perlindungan pemijahan, manfaat penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan juvenil ๎€Ÿuvenile by catch, dan peningkatan produktifitas perairan productivity enchance๎€Ÿent. ๎€ณ๎€จ๎€ฑ๎€ธ๎€ท๎€ธ๎€ณ๎€ƒ๎€ƒBerdasarkan hasil survei terumbu karang yang dilakukan di kawasan Kepulauan Hinako, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1. Kondisi terumbu karang masih dalam kategori sedang โ€“ baik, pada kisaran persen tutupan 30% - 75%. 2. Kegiatan illegal fishing berupa penggunaan jaring besar, bom dan potas menjadi faktor penyebab utama kerusakan terumbu karang di wilayah Kepulauan Hinako, khsusnya di Go song Ujung dan P ulau Asu. 3. Berdasarkan tutupan dan kondisi terumbu karang, Pulau Langu dapat direkomendasikan sebagai kawasan konservasi laut daerah. ๎€ณ๎€จ๎€ต๎€ถ๎€ค๎€ฑ๎€ท๎€ธ๎€ฑ๎€ค๎€ฑ๎€ƒKontributor utama pada makalah ini adalah Taslim Arifin survei, analisis, interpretasi data dan penulisan makalah dan Muhammad Ramdhan survei dan analisis data. Kegiatan ini dibiayai dari DIPA Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Kabupaten Nias Barat, 2015, Pemetaan Potensi Ekosistem Terumbu Karang di Kabupaten Nias Barat. Dilaksanakan melalui kerja sama riset dengan Pusat Penelitian Sumber Daya Laut dan Pesisir P3SDLP Balitbang Kelautan dan Perikanan KKP. Ucapan terima kasih kepada Kepala Dinas KP Kabupaten Nias Barat dan Kapus P3SDLP serta tim survei terumbu karang Dedi, M. Ramadhany dan Azhar Muttaqin atas kepercayaan dan kerja samanya pada kegiatan tersebut. Materi makalah ini adalah hasil analisis dan diskusi bersama dengan Dr. Syahrial Nur Amri Alm. Sebelum makalah ini diterbitkan Dr. Syahrial Nur Amri Alm meninggal dunia tanggal 13 Juli 2019 di Maros, Sulawesi Selatan, semoga almarhum mendapat tempat yang terbaik disisi-Nya. ๎€ง๎€ค๎€ฉ๎€ท๎€ค๎€ต๎€ƒ๎€ณ๎€ธ๎€ถ๎€ท๎€ค๎€ฎ๎€ค๎€ƒArifin, T., Bengen, D. G., & Pariwono, J. I. 2002. Evaluasi Kesesualan Kawasan Pesisir Teluk Palu untuk Pengembangan Pariwisata Bahari. Jurnal Pesisir dan Lautan, Vol. 4 2 25-35. Arifin, T. 2008. Akuntabilitas dan Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Terumbu Karang di Selat Lembeh, Kota Bitung. Disertasi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Birkeland, C. 1997. Life and Death of Coral Reefs. Ed. Chapman & Hall, New York, 535 pp. Bird, E. C. F. 1976. Coast; An Introduction to Systematic Geomorphology. Austra-lian National University Press 219 -243. Burke, L., Reytar, K., Spalding, M., & Perry, A. 2012. Menengok Kembali Terumbu Karang yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. World Resources Institute. Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara 38 Burke, L., Selig, E., & Spalding, M. 2002. Terumbu Karang Yang Terancam di Asia Tenggara. World Resources Institute. Carricart-Ganivet, J. P. 2004. Sea Surface Temperature and the Growth of the West Atlantic Reef-Building coral Montastraea annularis. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 3022249-260. Cleary, D. F. R., Suharsono, & Hoeksema, B. W. 2006. Coral Diversity Across a Disturbance Gradient in the Pulau Serubu Reef Complex off Jakarta, Indonesia. Biodiversity and Conservation, 15 3,653-3,674. Dedi, & Arifin, T. 2016. Kondisi Kesehatan Karang di Pulau-Pulau Kecil Teluk Jakarta. Jurnal Kelautan Nasional, Vol. 11 3 175-187. Dedi, Zamani, N. P., & Arifin, T. 2016. Hubungan Parameter Lingkungan Terhadap Gangguan Kesehatan Karang di Pulau Tunda-Banten. Jurnal Kelautan Nasional, Vol. 11 2 105- 118. Dimas, R. R., Setiyono, H., & Helmi, M. 2015. Arus Geostropik Permukaan Musiman Berdasarkan Data Satelit Altimetri Tahun 2012-2013 Di Samudra Hindia Bagian Timur. Jurnal Oseanografi. Vol. 4 44 756 โ€“ 764. Online di Hadi, T. A., Giyanto, Prayudha, B., Hafizt, M., Budiyanto, A., & Suharsono. 2018. Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia P2O-LIPI. 2018. Status Terumbu Karang Indonesia 2018. Hakim, L. A. F. 2007. Penentuan Zona Potensial Pariwisata Bahari di Pesisir Pantai Selatan Pulau Lombok, NTB dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Harjono, H. 1992. Laporan Penelitian Sumenta I, Geoteknologi LIPI. diakses tanggal 13 Mei 2015 , diakses tanggal 13 Mei 2015. Nova, S. A. R. 2017. Illegal, Unreported And Unregulated Fishing The Impacts And Policy For Its Completion In Coastal West Of Sumatra. Jurnal Hukum Internasiona, Vo. 14 No. 2 237-250. Diambil dari . Kuenen, H. 1960. Marine Geology. John Wiley & Sons. Inc. New York 423 -453. Li, Eric, A. 2000. Optimum Harvesting with Marine Reserves. North American Journal of Fisheries Management 20 882-896. Mather, P., & Benne'it, I. eds.. 1984. A Coral Reef Handbook. The Australian Coral Reef Society 4- 12. Meirinawati, H., & Muchtar, M. 2017. Fluktuasi Nitrat, Fosfat d an S ili kat di Per air an Pu lau Bi nta n. J urna l Segara 3 141-148. McNeely, J. A., Thorsell, J. W., Ceballos-Lascurรกin. 1994. Guidelines Development of national parks and protected areas for tourism. 2nd edition. Published by the Neudecker, S. 1981. Growth and Survival of Scleractinian Corals Exposed to Thermal Effluents at Guam. Prociding 4th International Coral Reef Symposium, Manila, 1 173-180. Munyi, F. 2009. The Social And Economic Dimensions Of Destructive Fishing Activities In The South Coast Of Kenya. Report No Wiomsa/Marg-I/2009โ€“01. Diambil dari Mustafa, B. 2010. Analisis Gempa Nias Dan Gempa Sumatera Barat Dan Kesamaannya Yang Tidak Menimbulkan Tsunami. Jurnal Ilmu Fisika JIF, VOL 2 1 44 โ€“ 50. Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan 39 Natawijadja, D. H. 2007. Gempa bumi dan Tsunami di Sumatra dan Upaya untuk Mengembangkan Lingkungan Hidup yang Aman dari Bencana Alam. Diambil dari Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari Marine Biology An Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono., Bengen, D. G., Hutomo, M., Odum E. P. 1971. Fundamental of ecology 3rd Ed. W. B. Saunders Company. Philadelphia. 574 p. Parwinia & Arifin. 2010. Model Konvergensi dan Divergensi Pengelolaan Kawasan Konservasi di Selat Lembeh, Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Segara, 2 93-100. Ramdhan, M., Husrin, S., Sudirman, N., & Altanto, T. 2012. Pemetaan Indeks Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan Iklim di Sumatra Barat dan Sekitarnya. Jurnal Segara 107-115. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, Jakarta. Shepard, F. P. 1973. Submarine Geology. Harper & Row Publisher 342 - 366. Siringoringo, R. H., Suharsono, Sari, N. W. P., Arafat, Y., Arbi, U. Y., Azkab, H., Dharmawan, I. W. E., Sianturi, O. R., & Anggraeni, K. 2017. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait di Kabupaten Nias Utara. CRITIC COREMAPโ€“CTI LIPI. Sukarno, Aziz, A., Darsono, Moosa, K., Hutomo, Martosewojo, & Romimohtarto, K. 1983. Terumbu karang di Indonesia Sumber daya, permasalahan, dan pengelolaannya. Proyek studi potensi sumber daya alam Indonesia. Studi Potensi Sumber Daya Hayati Ikan. Lembaga Oseanografi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Suparno. 2013. Kajian Kesesuaian Perairan untuk Wisata Selancar di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013. Semnaskan_UGM/Sosial Ekonomi SE-02 Surving Time. 2005. Indo Surf magazine Vol 6 no 2 Achipelago Love Bali, Lombok, Sumbawa, and Timor. The Curf Legian, Bali. Tomascik, T. 1991. Coral Reef Ecosistem. Environmental Management Guidelines. Kantor Menteri Negara KLH. 166 Hal. Widayatun, Situmorang, A., & IGP Antariksa. 2007. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat dilokasi COREMAP II Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias. CRITC โ€“ LIPI. Wilkinson, C., Souter, D., & Goldberg, J. 2016. Terumbu Karang di Negara-Negara yang Terkena Tsunami 2005. Australian Institute of Marine Science. Yulius, Y., Salim, H. L., Ramdhani, M., Arifin, T., & Purbani, D. 2013. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Kawasan Wisata Bahari di Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Globe Volume 15 2 129 โ€“ 136. Yang bertandatangan dengan judul Taslim Arifin & Pengembangan Terumbu Utara, dipublikasikan dalam Perikanan WPPNRI 572. ISBN 978-623-7651-04-8 e-ISBN 978-623-7651-05-5 Kedudukan Taslim Arifin adalahDemikian surat pernyataan ini โ€“ SURAT PERNYATAAN ini kami menyatakan bahwa publikasi , 2019. Kondisi Ekosistem dan PerspektifKarang Kepulauan Hinako, Kabupaten BUNGA RAMPAI Potensi Sumber Dayasebagai kontributor utama. buat dengan sebenarnya. Jakarta, 30 Desember Yang menyatakan, Kelautan, - KKP Peneliti Pusat Riset BRSDMKP - KKP bersama - Sumatra Kelautan dan 19 โ€“ ResearchGate has not been able to resolve any citations for this MeirinawatiMuswerry MuchtarPulau Bintan di Provinsi Kepulauan Riau merupakan wilayah perairan yang diandalkan sebagai penghasil bahan tambang bauksit, penghasil komoditas perikanan dan sebagai daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh wisata baik lokal ataupun mancanegara. Wilayah pesisir dan sumber daya yang dimiliki Pulau Bintan merupakan kontributor penting untuk pembangunan ekonomi dan kualitas hidup sehingga perlu dikelola dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perairan Bintan ditinjau dari kandungan nitrat, fosfat, dan silikat pada dua musim yang berbeda yang nantinya dapat digunakan oleh pemerintahan setempat dan instansi terkait dalam mengembangkan dan mengelola perairan kawasan perairan Pulau Bintan. Pengambilan sampel untuk penelitian nutrien nitrat, fosfat, dan silikat di perairan timur Kepulauan Bintan telah dilakukan di 27 titik lokasi pada April dan Agustus 2014. Konsentrasi nutrien berfluktuasi pada April dan Agustus. Nilai rata-rata kosentrasi nitrat, fosfat, dan silikat pada April berturut-turut yaitu 0,0510 ยฑ 0,0014 mg/L, 0,0050 ยฑ 0,0026 mg/L dan 0,2660 ยฑ 0,1655 mg/L. Konsentrasi rata-rata nitrat, fosfat, dan silikat pada Agustus berturut-turut yaitu 0,0260 ยฑ 0,0104 mg/L, 0,0160 ยฑ 0,0091 mg/L dan 0,057 ยฑ 0,035 mg/L. Konsentrasi nitrat, fosfat, dan silikat di perairan Bintan termasuk dalam kategori BME menunjukkan adanya peningkatan pendapatan masyarakat. Pendapatan rumah tangga di Kepualuan Hinako naik dari Rp pada tahun 2007 menjadi Rp pada tahun 2009. Sedangkan pendapatan per-kapita penduduk pada tahun 2007 sebesar Rp naik menjadi Rp pada tahun 2009. Pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayanan juga mengalami peningkatan dari Rp menjadi Rp Kenaikan pendapatan ini lebih dikarenakan oleh ketersediaan sumber daya alam dan bagaimana cara masyarakat mengolah dan menggunakannya untuk memperoleh penghasilan melalui usaha pertanian dan perikanan tangkap. Hal ini dikarenakan intervensi yang sifatnya memberdayakan perekenomian masyarakat melalui penyaluran dana bergulir yang dilakukan oleh pemerintah dan non โ€” pemerintah belum banyak dilaksanakan di wilayah ini. Selain itu, sumber pendapatan dari sektor lainnya perdagangan dan jasa di Kepulauan Hinako belum berkembang. Pengaruh program dan kegiatan COREMAP terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga belum ada. Hal ini terkait dengan belum terlaksananya kegiatan mata pencaharian alternatif melalui penyaluran dana bergulir kepada masyarakat. Kegiatan COREMAP lainnya yang diharapkan secara tidak langsung berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, seperti pembangunan fasilitas desa villae grant juga belum MustafaWilayah Sumatera Barat memiliki tingkat seismisitas yang tinggi. Konvergensi oblique dari lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia yang menunjam di bawah Sumatera menghasilkan potensi gempa dangkal dan sedang di wilayah muka busur fore-arc Sunda. Potensi gempa juga berada di darat sepanjang patahan Sumatera serta di laut sepanjang patahan Mentawai. Di wilayah muka busur diketahui adanya potensi gempa besar yang berpotensi tsunami. Hasil penelitian terhadap pertumbuhan mikroatol di kepulauan Mentawai menunjukkan bahwa periode ulang gempa besar di Mentawai adalah sekitar 200 tahun Hilman, 2005. Namun tidak semua pengulangan gempa besar di daerah fore-arc ini menimbulkan pengulangan tsunami. Data menunjukkan bahwa gempa Nias 28 Maret 2005 8,7 SR dan gempa Sumatera Barat 30 September 2009 7,9 SR sama-sama tidak menimbulkan tsunami. Salah satu kemungkinan sebabnya adalah episenternya tidak berada di daerah megathrust. Suparno SuparnoKabupaten Kepulauan Mentawai adalah salah satu destinasi obyek wisata selancar yang bertaraf Internasional di Indonesia dan mempunyai potensi untuk dikembangkan. Penelitian bertujuan menganalisa kesesuaian perairan wisata selancar berdasarkan kondisi parameter fisika perairan dan mengetahui karakteristik wisata selancar di Kabupaten Mentawai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey.. Analisa yang digunakan adalah analisa kesesuaian lahan wisata selancar dengan melihat kondisi tinggi gelombang, jenis pecah gelombang, dan jarak daerah pecah gelombang dari pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 39 lokasi yang sangat sesuai tersebar di perairan Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan. Ratarata tinggi gelombang berkisar antara 3- meter. Dua jenis tipe pecah gelombang yaitu colapsing dan plunging adalah tipe yang dianggap paling sesuai untuk kegiatan selancar. Nama selancar yang terkenal dan bertaraf internasional adalah Lanches Right di Katiet Pulau Sipora dan Maccaronies di Silabu Pulau Pagai Utara. Musim puncak selancar antara bulan April- Agustus yang dipengaruhi oleh angin peralihan musim timur dan musim timur. Juan P. Carricart-GanivetRelationships were analyzed between sea surface temperature SST and annual growth characteristics density, extension rate and calcification rate of the Caribbean reef-building coral Montastraea annularis. Colonies were collected from 12 localities in the Gulf of Mexico and the Caribbean Sea. Two well-separated relationships were found, one for the Gulf of Mexico and the other for the Caribbean Sea. Calcification rate and skeletal density increased with increasing SST in both regions, while extension rate tended to decrease. Calcification rate increased โˆผ g cmโˆ’2 yearโˆ’1 for each 1 ยฐC increase in SST. Zero calcification was projected to occur at ยฐC in corals from the Gulf of Mexico and at ยฐC in corals from the Caribbean Sea. The 24 ยฐC annual average SST isotherm marks the northern limit of distribution of M. annularis. Montastraea annularis populations of the Gulf of Mexico are isolated from those of the Caribbean Sea, and results indicate that corals from the Gulf of Mexico are adapted to growth at lower minimum and average annual SST. Corals from both the Gulf of Mexico and the Caribbean Sea, growing at lower SSTs and having lower calcification rates, extend their skeletons the same or more than those growing at higher SSTs. They achieve this by putting more of their calcification resources into extension and less into thickening, by sacrificing A. L. LiThe optimum harvest fishery is modeled as a perpetual annuity investment with a sudden and total stock collapse governed by a Poisson process in a linearly homogeneous harvest production model. The traditional economic harvesting models, which use harvest effort as the only control variable to maximize seasonal harvest profit, are extended to include reserve size as a second control variable to maximize total fishery value present and future potential harvest profits. As insurance against the risk of a stock collapse at the expense of lower seasonal harvest profits, the optimal size of a marine reserve can achieve the most common management objectives of lowering harvest output, increasing the sustained stock, and decreasing the catch rate. As a management tool, an optimal size reserve can also make fishery management errors more tolerable and less costly. A stylized fishery is included to give a quantitative demonstration.
engunjungiKabupaten Aceh Singkil berarti anda akan mengunjungi beberapa tempat yang sangat indah. Di Aceh Singkil terdapat banyak tempat wisata mulai dari Pantai, pulau, air terjun sampai pemandangan terumbu karang, dengan potensi tempat wisata yang sangat beragam seperti itu seharuanya Aceh Singkil dapat menarik banyak wisatawan, namun masalah klasik (kurangnya
Terumbu karang merupakan ekosistem marine berupa masif kalsium karbonat CaCO3. Terumbu karang sebagian besar terdapat di triangle coral reef yaitu di perairan Indo-Pasifik salah satunya di kepulauan Indonesia. Oleh karena itu, terumbu karang adalah kekayaan hayati Indonesia yang harus tetap dijaga. Hal ini menjadi sumber inspirasi dalam mewujudkan ide dan gagasan, sehingga tertuang ke dalam bentuk karya keramik hias. Proses penciptaan karya keramik ini mengadaptasi dari metode perancangan SP. Gustami 2004. Tahap pertama adalah ekplorasi mencangkup meditasi, penelusuran, pengalian, pengumpulan data dan referensi mengenai sumber ide tentang terumbu karang di Indonesia. Tahap kedua meliputi 1 perencanaan, melakukan eksplorasi bentuk dan teknik; 2 visualisasi gagasan, menjadikan sketsa terpilih sebagai bentuk model prototipe. Tahap ketiga meliputi 1 perwujudan, melakukan pengembangan/ penyempurnaan sketsa terpilih yang akan digunakan sebagai rekabentuk dalam proses berkarya; 2 mengadakan penilaian dan evaluasi hasil karya. Hasil karya yang divisualisasikan sebanyak 7 karya seni keramik dengan bentuk 2 dimensi relief dan 3 dimensi. Diharapkan dengan penciptaan ini menjadi referensi masyarakat mengenai mengembangkan sektor alam sebagai sumber inspirasi produk kerajinan khas daerah pesisir Indonesia, serta membantu kecintaan masyarakat terhadap terumbu karang dan konservasi terumbu karang di Indonesia. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies JADECS, Vol 3 No. 2 - November 2018 e-ISSN 2548-6543 59 TERUMBU KARANG SEBAGAI IDE INSPIRASI PEMBUATAN KERAJINAN KERAMIK HIAS Febriari1, Ponimin2 Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No. 5, Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia. Email Abstract Coral reefs are marine ecosystems in a form of massive calcium carbonate CaCO3. Most are inhabiting the triangle coral reef in Indo-Pacific ocean that one of which is in the Indonesian archipelago. Therefore, coral reefs are Indonesia's biological riches that must be maintained. This is a source of inspiration that is embodied in the form of ornamental ceramic. The process of creating this ceramic art is adapted from the design method created by Gustami 2004. The first stage is exploration that includes meditation, tracing, data collection, and reference on the source of ideas about coral reef representation in Indonesia. The second stage is 1 planning, exploring the forms and techniques; 2 visualization of ideas, making sketches selected as models prototype. The third stage is, 1 the embodiment, undertake the development/ refinement of selected sketches that will be used as recabinance in the process of work; 2 perform assessment and evaluation of the work. The work is visualized as many as 7 works of ceramic art with 2 dimensional relief and the 3 dimension. It is hoped that this creation will become a community's reference to develop the natural sector as a source of inspiration for craft products typical of coastal areas of Indonesia, as well as to help a community's love of coral reefs and coral reef conservation in Indonesia. Key Words coral reef, inspiration, ornamental ceramic Abstrak Terumbu karang merupakan ekosistem marine berupa masif kalsium karbonat CaCO3. Terumbu karang sebagian besar terdapat di triangle coral reef yaitu di perairan Indo-Pasifik salah satunya di kepulauan Indonesia. Oleh karena itu, terumbu karang adalah kekayaan hayati Indonesia yang harus tetap dijaga. Hal ini menjadi sumber inspirasi dalam mewujudkan ide dan gagasan, sehingga tertuang ke dalam bentuk karya keramik hias. Proses penciptaan karya keramik ini mengadaptasi dari metode perancangan SP. Gustami 2004. Tahap pertama adalah ekplorasi mencangkup meditasi, penelusuran, pengalian, pengumpulan data dan referensi mengenai sumber ide tentang terumbu karang di Indonesia. Tahap kedua meliputi 1 perencanaan, melakukan eksplorasi bentuk dan teknik; 2 visualisasi gagasan, menjadikan sketsa terpilih sebagai bentuk model prototipe. Tahap ketiga meliputi 1 perwujudan, melakukan pengembangan/ penyempurnaan sketsa terpilih yang akan digunakan sebagai rekabentuk dalam proses berkarya; 2 mengadakan penilaian dan evaluasi hasil karya. Hasil karya yang divisualisasikan sebanyak 7 karya seni keramik dengan bentuk 2 dimensi relief dan 3 dimensi. Diharapkan dengan penciptaan ini menjadi referensi masyarakat mengenai mengembangkan sektor alam sebagai sumber inspirasi produk kerajinan khas daerah pesisir Indonesia, serta membantu kecintaan masyarakat terhadap terumbu karang dan konservasi terumbu karang di Indonesia. Kata kunci terumbu karang, inspirasi, keramik hias Febriari, Ponimin TERUMBU KARANG SEBAGAI IDE INSPIRASI PEMBUATAN KERAJINAN KERAMIK HIAS 60 Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sehingga memiliki keanekaragaman hayati dan nonhayati kelautan terbesar terutama terumbu karang. Terumbu karang adalah ekosistem marine yang unik, kompleks serta tinggi prokduktivitas sehingga menjadikan terumbu karang sebagai tempat tumbuh dan berkembangbiaknya kebanyakan ikan dan biota yang ada di i perairan, serta secara fisik fungsi terumbu karang adalah penahan abrasi pantai, pemecah gelombang dan lain sebagainya. Terumbu karang memiliki nilai estetik yang tinggi yang dapat digunakan sebagai pengembangan bidang seni, budaya dan sektor wisata bahari marine tourism. Hal tersebut menjadikan inspirasi penulis untuk dikembangkan menjadi penyusunan gagasan penciptaan kerajinan keramik hias, yang bersumber dari keindahan terumbu karang di Indonesia. Keramik merupakan produk kerajianan yang digunakan sebagai benda funsional yakni, pelengkap perabot rumah tangga dan lain sebgaianya yang telah ada sejak dulu, hingga berkembang menjadi salah satu media ekspresi dalam karya seni saat ini. Keramik sendiri di Indonesia merupakan produk lokal yang dapat ditingkatkan produktifitasnya, baik dalam produk keramik sebagai benda fungsional maupun sebagai benda hias. Indonesia memiliki beberapa daerah sebagai pusat kerajinan keramik diantaranya, keramik Plered Purwakarta, Jawa Barat, keramik Kasongan Yogyakarta, keramik Dinoyo Malang, Jawa Timur, keramik Pulutan Minahasa, Sulawesi Utara dan lain sebagainya Ponimin, 2018. Oleh karena itu keramik dipilih karena banyaknya pusat kerajinan keramik di Indonesia, serta dengan menginspirasi terumbu karang sebagai ide pembuatan, diharapkan menjadikan produk kerajinan keramik hias yang dapat menciri khaskan Indonesia sebagai negara bahari. Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut 1. Mengapa terumbu karang diangkat sebagai ide pembuatan keramik hias berkarakter kearifan lokal. 2. Bagaimana pengolahan sumber ide terumbu karang dalam pembuatan kerajinan keramik hias berkarakter kearifan lokal. 3. Bagaimana hasil proses kreatif terumbu karang sebagai ide dalam kerajinan keramik hias. Tujuan-tujuan serta kebermanfaatan hendak dicapai dalam penciptaan ini diantaranya adalah 1. Mampu memaparkan hasil kajian terumbu karang Indonesia, sebagai sumber ide kerajinan keramik hias berkarakter kearifan lokal. 2. Mampu menjelaskan pengolahan sumber ide berupa konsep dan mengungkapkannya melalui proses kreatif kerajinan keramik hias berkarakter kearifan lokal. 3. Mampu menjelaskan hasil proses kreatif terumbu karang sebagai sumber ide pembuatan kerajinan keramik hias berkarakter kearifan lokal. Manfaat hasil proses kreatif ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan terhadap pihak-pihak terkait seperti pengerajin keramik maupun masyarakat luas, agar lebih mengembangkan sektor alam sebagai sumber inspirasi produk kerajinan yang memiliki karakter kearifan lokal Indonesia sebagai negara bahari. Mengingat selama ini produk kerajinan keramik memiliki kecenderungan bentuk-bentuk pottery tembikar, bentuk-bentuk hewan seperti ikan, burung, singa dan lainnya, tumbuhan seperti bunga, rerumputan dan lainya maupun karakter manusia. Metode yang lebih sesuai sangat diharapkan untuk mendaptakan bentuk-bentuk kerajinan keramik hias yang memiliki karakter kearifan lokal serta memiliki nilai artistik. Aspek kognisi sebagai hal utama dalam proses kreatif ini juga memperhatikan kepekaan dan kemampuan artistik dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip desain produk Sachari, 1989; 55. KAJIAN TEORITIS Terumbu Karang Pemicu Ide Kreatif berkarya keramik. Terumbu karang merupakan hewan laut yang bersimbiosis dengan alga Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies JADECS, Vol 3 No. 2 - November 2018 e-ISSN 2548-6543 61 Zooxanthellae, Guntur 2011 6 menyatakan bahwa, Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat CaCO3 dari organisme-organisme laut. Sebagian besar terumbu karang tersusun dari ordo karang keras Scleractinia, karang lunak Stolonifera, karang filum Coelenterata serta beberapa alga seperti koralin, alga hijau jenis Halimeda dan organisme lainnya. Pertumbuhan terumbu karang banyak terdapat di segitiga terumbu karang triangle coral reefs yaitu, di perairan Indo-Pasifik yang mencangkup kepulauan Filipina, kepulauan Indonesia, Papua dan bagian utara Australia dengan jumlah 50 genera dan 700 spesies. Di Indonesia sendiri terdapat 400 spesies terumbu karang dari total yang ada di perairan Indo-Pasifik dengan diantaranya merupakan katagori terumbu karang langkah yaitu, spesies Endangered. Guntur 2011 33 menyatakan bahwa, terdapat enam jenis terumbu karang yaitu, bentuk bercambah Branching, bentuk padat Massive, bentuk jamur Mushroom, bentuk kerak Enrusting, serta bentuk meja Tabulate. Jenis-jenis terumbu karang dalam proses pembentukan digolongkan menjadi empat kelompok berdasarkan fungsinya yaitu hermatype-symbionts, hermatype-asymbionts, ahermatypes-symbionts, dan ahermatypes-asymbionts Guntur, 2011 31-47. Proses kreatif dalam pembuatan terumbu karang sebagai ide inspirasi kerjinan keramik hias yang berkarakter kearifan lokal ini, penulis lebih kepada mengambarkan kerajinan keramik dalam bentuk objek terumbu karang yang banyak dijumpai di Indonesia seperti jenis branching, massive, mushroom, enrusting, tabulate dan tidak terkecuali dengan biota-biota laut lainya yang melekat pada terumbu karang seperti udang, kepiting, alga, lumut dan lain sebagainya. Keramik merupakan produk budaya serta sarana yang memiliki peran yang begitu penting sehingga memperoleh suatu hubungan dimasa lalu. Sebagai produk materi, keramik dapat dipandang sebagai objektivitas ide, nilai, norma dan peraturan maupun prilaku masyarakat. Saat itu bahan baku yang digunakan adalah tanah liat tanpa bahan tambah berbentuk periuk belanga, gerabah atau tembikar. Untuk saat ini kerajinan keramik yang digunakan adalah keramik jenis porselin terbuat dari 4 sampai 5 macam bahan seperti kaolin, feldspar, kuarsa, tanah liat, ball clay dan lain sebagianya, dengan hasil berwaran putih dan mengkilat menggunakan glasir dengan suhu pembakaran sekitar 1100-13000C. Keramik hias merupakan kerajinan keramik yang hanya memiliki satu fungsional yakni sebagai bahan pelengkap interior/ eksterior maupun sebagai benda hias lainnya. Kerajinan keramik yang dihasilkan secara konvensional maupun hanya dibuat dengan jumlah terbatas. Teknik yang digunakan pada umumnya dapat berupa teknik cetak casting, pijat pinching, pilin coiling, lempengan slabing maupun putar throwing Ponimin, 2010 67-80. METODE Menurut Sumarwahyudi 2011 75 menyatakan bahwa, metode merupakan suatu prosedur untuk mengetahui atau menyelesaikan dalam bentuk langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan pengkajian untuk mempelajari peraturan-peraturan di dalam suatu metode. Seperti yang diungkapkan oleh Gustami 2004 31 di dalam metodologi perancangan terdapat tiga tahap diantaranya eksplorasi, perencanaan dan perwujudan. Tahap ekplorasi meliputi aktivitas penjelajahan, menggali sumber ide dengan langkah-langkah identifikasi dan perumusan masalah, penelusuran, pengagalian, pengumpulan data dan referensi. Hasil pengolahan dan analisis data dapat disimpulkan secara teoritis dan dijadikan sebagai dasar perancangan. Berdasarkan metode perancangan tersebut penulis mengadaptasi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut Tahap pertama adalah ekplorasi mencangkup penelusuran, pengagalian, pengumpulan data dan referensi mengenai sumber ide tentang kondisi terumbu karang Indonesia hingga terbentuk langkah-langkah identifikasi dan rumusan masalah. Tahap kedua yakni perencanaan yang penulis bangun dari butir-butir penting dari tahap pertama, melakukan eksplorasi bentuk dan teknik sehingga terbentuk konsep-konsep berkarya yang diwujudkan dalam bentuk Febriari, Ponimin TERUMBU KARANG SEBAGAI IDE INSPIRASI PEMBUATAN KERAJINAN KERAMIK HIAS 62 sketsa-sketsa, dari deretan sketsa yang sudah dibuat maka dipilih beberapa seketsa terpilih, serta mevisualisasikan gagasan menjadikan sketsa terpilih sebagai bentuk model prototipe. Tahap kedua ini penulis didukung dengan imajinasi/kepekaan estetik untuk memicu ide kreatif serta berbekal pengalaman artistik dan teknik berkarya Dharson, 2016. Tahap ketiga adalah perwujudan dalam tahap ini penulis melakukan pengembangan/ penyempurnaan sketsa terpilih yang akan digunakan sebagai rekabentuk dalam proses berkarya. Mewujudkan Konsep ke dalam bentuk karya keramik media ekspresi keramik non fungsional praktis dengan mempertimbangkan orientasi artistik dan teknik berkarya serta mengadakan penilaian dan evaluasi hasil karya, sehingga terwujudkan dalam karya seni keramik yang dapat di nikmati, diapresiasi, dan dihayati. Untuk memperjelas berikut gambar bagan metode penciptaan yang diadaptasi dari metode perancangan SP. Gustami. Gambar 1. Bagan Metode Perancangan/ Penciptaan Mengadaptasi dari Metode Perancangan SP. Gustami HASIL DAN PEMBAHASAN Pendalaman Sumber Ide dan Membangun Konsep Bentuk Karya Hal awal yang dilakukan adalah mengkaji beragam jenis terumbu karang yang ada di perairan Indonesia, serta memiliki bentuk potensial untuk diangkat sebagai bentuk kerajinan keramik hias. Ada beberapa jenis terumbu karang yang dianggap potensial sebagai inspirasi bentuk kerajinan keramik hias diantaranya, Branching, bentuk padat Massive, bentuk jamur Mushroom, bentuk kerak Enrusting, serta bentuk meja Tabulate. Gambar 2. Jenis Terumbu Karang Berdasarkan jenis terumbu karang yang banyak terdapat di perairan Indonesia tersebut, terlihat bentuk terumbu karang tersusun dari unsur bentuk yang unik, beragam dan kompleks, serta yang paling menonjol adalah bentuk lipatan-lipatan, lubang-lubang pori-pori serta permukaan yang terlihat kasar. Hal tersebut sangat berpotensi dijadikan sebagai bentuk kerajinan keramik hias yang berkarakter kearifan lokal. Oleh karena itu, dari hasil pengamatan terhadap terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia, penulis mengangkat sebagai ide untuk diadaptasi sebagai bentuk kerajinan keramik hias. Hal ini selanjutnya dilakukan proses kreasi yang berdasarkan aspek visual yang mewakili elemen bentuknya dengan prinsip-prinsip seni sebagai bahan pertimbangan Sachari, 2005. Prinsip-prinsip artistik yang menjadi pertimbangan adalah keunikan, filosofis/simbolik, serta kerumitan, sehingga terbentuk kerajinan keramik hias yang bersifat dekoratif. Aspek pengorganisasian visual seperti harmonisasi, keseimbangan, proporsi, ritme/irama, serta emphasis tetap diperhatikan untuk mengatur beragam unsur rupa seperti bentuk dan ruang, raut dan tekstur serta warna dan cahaya agar mencapai kesatuan, keteraturan dan keberagaman. Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies JADECS, Vol 3 No. 2 - November 2018 e-ISSN 2548-6543 63 Dalam proses kreatif ini bentuk terumbu karang akan di visualisasikan dalam kerajinan keramik hias stoneware bergelasir. Sehingga didapatkan konsep hingga terwujud dalam tujuh karya kerajinan keramik hias yang memiliki bentuk dua dimensi relief serta tiga dimensi. Berikut ini merupakan hasil dari proses eksplorasi bentuk hingga menjadi konsep serta tertuang dalam bentuk sketsa-sketsa terpilih karya kerajianan keramik yang selanjutnya akan dilakukan proses perwujudan. Gambar 3. Sketsa Terpilih Bentuk Karya Pertama Gambar 4. Sketsa Terpilih Bentuk Karya ke Dua Gambar 5. Sketsa Terpilih Bentuk Karya ke Tiga Gambar 6. Sketsa Terpilih Bentuk Karya ke Empat Gambar 7. Sketsa Terpilih Bentuk Karya ke Lima Gambar 8. Sketsa Terpilih Bentuk Karya ke Enam Febriari, Ponimin TERUMBU KARANG SEBAGAI IDE INSPIRASI PEMBUATAN KERAJINAN KERAMIK HIAS 64 Gambar 9. Sketsa Terpilih Bentuk Karya ke Tujuh Kajian Kritis Kajian kritis mencangkup media penciptaan yang digunakan. Media merupakan susunan/ tatanan yang menampakkan organisasi visual baik berupa objek estetik maupun objek yang non estetik. Media visual merupakan unsur pembentuk dari organisasi artistik, perupa berusaha memanipulasi media visual untuk mewujudkan idenya oleh karena itu pada hakekatnya adalah penciptaan struktur artistik. Media visual dimanfaatkan oleh perupa sebagai bahasa visual karena dengan media visual perupa berupaya menyampaikan bahasanya kepada khalayak melalui simbol-simbol visual. Di dalam media visual terdiri dari media fisik dan media estetik, sebenarnya kedua hal tersebut pada dasarnya secara visual keduanya saling melebur membentuk struktur fisik dan estetik di dalam visualisasi/ struktur yang artistic Indrawati,2009 17. Media fisik merupakan material atau bahan dalam mewujudkan/ mevisualkan ide/ gagasan kreatif menjadi suatu visualisasi/ struktur artistik. Seorang perupa dapat mewujudkan media fisik dalam bentuk bantuan alat dan teknik, karena dengan material/ bahan akan memiliki prosedural dalam mewujudkan dalam bentuk alat dan teknik tertentu sesuai dengan kualitas dan karakteristik material/ bahan. Material/ bahan yang digunkan perupa dalam mewujudkan/ mevisualkan ide/ gagasan kreatif dapat berupa material/ bahan alam atau produk industri. Media estetik adalah media yang dapat diidentifikasi sebagai unsur-unsur kerupaan seperti garis, bentuk dan ruang, warna dan cahaya, serta tekstur. Di dalam media estetik terdapat kualitas fisik dan kualitas non fisik psikologis, dengan demikian menjadikannya bentuk upaya komunikasi dalam hal simbol-simbol visual dari ide/ gagasan kreatif perupa, sehingga perasaan estetik perupa dipindah kedalam bentuk objek Indrawati, 2009 Dalam media estetik ini penulis berupaya mevisualkan dalam bentuk dan ruang, raut dan tekstur, serta warna dan cahaya. Alat dan Bahan Dalam proses kreatif ini alat yang dugunakan menyesuaikan dengan hasil sketsa terpilih yang akan digunakan sebagai prototipe proses perwujudan. Beberapa alat yang digunakan dalam proses kreatif ini diantaranya adalah mesin extruder, cangkul, meja putar tradisional, plastic, papan triplek, kertas karton, gulungan kayu dan tongkat kayu balok, butsir dan turning tools alat pengaruk, pisau palet dan kape, pipa, kawat pemotong, penggaris, cutting, tusuk gigi, sisir dan bolpoin bekas, cetakan, spuit dan piping bag plastik segitiga, batuan karang, timba, gelas ukur dan gelas plastic, sendok dan alat aduk, sponge spon, timbangan, kuas, saringan, mesin kompresor udara dan spray gun, serta oven pembakaran tungku api berbalik. Bahan yang digunakan merupakan bahan tanah liat clay hasil proses benefisasi di UPT Aneka Industri dan Kerajinan Unit Keramik Surabaya dengan tipe massa throwing/ putar, serta penggunaan pasir kuarsa sebagai filler/ zat pengisi. Bahan glasir sendiri menggunakan bahan glasir transparan dengan massa rendah serta warna di dapat dari bahan oksidan pewarna. Gambar 10. Oksidan Pewarna yang Digunakn Teknik Ada beberapa teknik yang gunakan dalam proses kreatif ini diantaranya teknik pembentukkan meliputi teknik pijit pinching, Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies JADECS, Vol 3 No. 2 - November 2018 e-ISSN 2548-6543 65 teknik pilinan coiling, serta teknik lempengan slabing, teknik dekorasi meliputi teknik impressing, combing, embossing, relief, pilin tempel, roll, spuit, dan kuas/ lukis brushing. Teknik penglasiran menggunakan proses penglasiran underglaze dengan teknik semprot spraying, teknik celup dipping, serta teknik kuas brushing, merupakan tipe keramik stoneware yang dilakukan pada pembakarang single firing dengan menggunakan tungku api berbalik dalam suhu 10000-12500 C Taufik Akbar, 2018. Proses Perwujudan Proses perwujudan dilakukan berdasarkan hasil eksplorasi, konsep hingga perancangan desain gambar sketsa yang telah dibuat sehingga teraktualisasi dalam proses perwujudan sebagai berikut 1. Pengolahan bahan, dalam tahap ini dilakukan pengolahan bahan tanah liat clay massa putar/ throwing, dengan pasir kuarsa dalam mesin extruder. 2. Proses pembentukkan, dalam tahap ini sketsa terpilih dijadikan sebagai prototipe proses pembentukkan, teknik yang digunakan diantaranya teknik pijitan pinching, pilinan coiling, serta lempengan slabing maupun kombinasi diantara teknik tersebut. 3. Proses dekorasi, dalam proses ini dilakukan setelah proses pembentukkan ketika kondisi bahan masih basah atau sudah mongering. Tahap ini menggunakan teknik dekorasi diantaranya teknik impressing dengan menggunakan batuan karang dan cetakan, teknik combing menggunakan sisir, teknik embossing menggunakan ujung bulpoint, teknik pilin tempel dengan membuat pilinan-pilinan dan ditempel, teknik roll menggunakan pipa dank kape untuk membentuk, teknik spuit menggunakan spuit dan kantung segitiga piping bag serta teknik relief. 4. Proses pengeringan, tahap ini menggunakan pengeringan dengan panas dari alam matahari yakni, dengan proses pengeringan pertama di dalam ruangan dengan suhu 250-310 C. Proses pengeringan kedua dengan suhu luar rungan tidak di bawah sinar matahari langsung, serta proses ketiga di bawah sinar matahari langsung hingga benar-benar kering. 5. Proses pewarnaan dan penglasiran, dalam proses ini dilakukan dengan teknik kuas/lukis brushing, teknik semprot spraying, serta taknik celup dipping, dengan menggunakan bahan glasir transparan dan pewarna oksidan pewarna. 6. Proses pembakaran, dalam proses ini dilakukan dengan single firing yakni dilakukan satu kali pembakaran dengan menggunakan suhu tinggi 10000-12500 C dalam oven/ tungku api berbalik selama 14 jam. 7. Proses finishing, dalam proses ini perlu dilakukan untuk menyortir keramik hasil pembakaran serta pengemasan/ packaging karya hingga siap untuk dijual. Packaging setidaknya dianggap efesien, serta menunjang penampilan produk Ponimin, 2017. Hasil Karya Dalam hasil karya akan disajikan beberapa hasil karya berdasarkan proses ekplorasi hingga proses perwujudan. Serta dalam hal ini akan dilakukan penjabaran karya serta pembahasan mengenai keekonomisan, agronomis, keefesiensian, psikologis, serta keamanan sebagai kerajinan keramik hias serta konsep penggunaan yang sesuai untuk benda hiasan. Berikut merupakan hasil karya diantaranya. Gambar 11. Hasil Karya Pertama Febriari, Ponimin TERUMBU KARANG SEBAGAI IDE INSPIRASI PEMBUATAN KERAJINAN KERAMIK HIAS 66 Karya ini berukuran 100 x 79 cm, memiliki warna rana putih yang soft, berusaha memberikan kesan nyaman, lembut dan energik. Karya ini dapat digunakan sebagai hiasan dinding, dapat sebagai pelengkap interior baik digunakan dalam ruang keluarga, kamar tidur, ruang tamu maupun pelengkap eksterior. Gambar 12. Hasil Karya ke Dua Karya ini berukuran 205 x 55 cm, memiliki ukuran yang cukup panjang, karya ini bertujuan digunakan sebagai hiasan meja, dengan bagian atas dilapisi kaca sehingga terkesan nature, dan dinamik. Serta dapat digunakan sebagai pengisi di ruang jalan maupun rungan dengan kontur memanjang. Gambar 13. Hasil Karya ke Tiga Karya ini berukuran 128 x 91 cm, terbentuk dari beebrapa bentuk segitiga yang memiliki relief terumbu karang. Karya ini berusaha memberikan kesan ceriah, energik dan dinamik. Bertujuan untuk hiasan dinding yang dapat digunakan sebagai pelengkap interior atau eksterior, baik pada ruang keluarga, ruang kerja, maupun ruang tamu. Gambar 14. Hasil Karya ke Empat dan ke Lima Gambar 15. Hasil Karya ke Enam dan ke Tujuh Termasuk karya tiga dimensi memiliki ukuran karya ke empat 30x30x 90 cm, karya ke lima 30x30x80 cm, karya ke enam 30x30x70 cm serta karya ke tujuh 30x30x80 cm. Memiliki kesan warna yang mencolok serta kesan soft. Bertujuan untuk penghias pojok ruangan maupun bagian utama, baik digunakan sebagai pelengkap interior maupun eksterior, baik diletakan di atas meja, di atas laci maupun pedestal. Berdasarkan hasil proses kreatif ini menyatakan bahwa insiprasi yang memiliki karakter kearifan lokal dapat dicapai dengan memanfaatkan salah potensi alam yang ada. Hal ini mampu memberikan kekhasan produk yang dibuat serta memiliki nilai jual. Journal of Art, Design, Art Education And Culture Studies JADECS, Vol 3 No. 2 - November 2018 e-ISSN 2548-6543 67 KESIMPULAN DAN SARAN Dalam hal ini ringkasan dan uraian yang memuat ide-ide penulis, keterkaitan antara aspek dan dimensi serta temenuan penulis dengan penemuan sebelumnya. Proses kreatif ini telah mengembangkan potensi alam Indonesia yakni terumbu karang menjadi insiprasi bentuk kerajinan keramik hias. Terumbu karang telah dikenal dengan bentuknya yang indah sehingga sangat berpotensi sebagai pengembangan bidang seni, budaya dan sektor wisata bahari marine tourism. Hal ini dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi sehingga bentuk-bentuk keramik hias tidak hanya dengan bentuk-bentuk pottery, hewan, tumbuhan maupun manusia. Sehingga dengan ini dapat meningkatkan potensi kerajinan keramik hias berkarakter kearifan lokal sebagai negara bahari. Berdasarkan pada hasil proses kreatif ini dapat disarankan pada aspek kepraktisan serta pengemasan/ packaging untuk dapat dikembangkan oleh para perajin atau masyarakat. Sedangkan pada aspek teoritis, agar hasil proses kreatif ini lebih dikembangkan baik dari kajian teori maupun metodologi pengembangannya bagi akademisi seni dan desain. DAFTAR RUJUKAN Dharsono, Sony Kartika, 2016. Kreasi Artistik Perjumpaan Tradisi Modern dalam Paradigma Kekaryaan Seni, Karang Anyar LPKBN Citra Sains. Guntur, Prasetyo D. & Wawan. 2012. Pemetaan Terumbu Karang Teori, Metode dan Praktik. Bogor Ghalia Indonesia. Guntur. 2011. Ekologi Karang pada Terumbu Karang. Bogor Ghalia Indonesia. Gustami, S. P. 2004. Proses Penciptaan Seni kriya Untaian Metodologi. Yogyakarta Paskasarjana ISI Yogyakarta. Indrawati, Lilik. 2009. Nirmana Organisasi Visual. Malang Universitas Negeri Malang. Ponimin. 2018. โ€œDiversifikasi Desain Produk sentra keramik Dinoyo Bersumber ide Budaya Lokal Malangโ€ , dalam Jurnal Bahasa & SeniBahasa, Sastra, Seni & Pengajarannya, Volume 46. no 1 /2018. ______, 2017. โ€œRevitalization Of Traditional Jug Into Interior Aesthetic Element With โ€œGlocal Global Local Cultureโ€ dalam procciding seminar internasional โ€œ ISOLECโ€, Internationl Seminar on Language, Education, And Culture, 25-26 Oktober, Fakultas Sastra UM ______,. 2010. Desain dan teknik Berkarya Kriya Keramik. Bandung CV Lubuk Agung. Sachari, Agus. 1989. Estetika Terapan. Bandung Penerbit Nova Bandung Aditama. Sumarwahyudi. 2011. Filsafat Ilmu Seni. Malang Pustaka Kaiswaran. Universitas Negeri Malang. 2017. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang UM Press. Taufik Akbar, Wisnu Prastawa , 2018. โ€œKarakteristik Dan Implementasi Tanah Liat Di Lubuk Alung Sebagai Bahan Baku Pembuatan Keramik Hiasโ€ Jadecs , ResearchGate has not been able to resolve any citations for this AkbarWisnu PrastawaTanah liat sebagai bahan baku keramk memiliki karakteristik berbeda-beda. Karakteristik suatu tanah liat berpengaruh pada kualitas sebuah karya keramik. Artikel ini adalah hasil penelitian karakteristik tanah liat di Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman dan diimplementasikan menjadi bahan baku pembuatan keramik hias. Tujuan penelitian ini adalah untuk pengembangan kriya keramik. Penelitian ini menggunakan mentodologi penelitian tindakan serta mengimplementasikan tanah liat menjadi keramik hias. Tanah liat Lubuk Alung merupakan tanah jenis earthenware yang memiliki karakteristik kurang plastis, berwarna terakota dan memiliki perentase susut kering 10% serta susut bakar 11% 800ยฐC. Tanah liat Lubuk Alung dicampur dengan tanah liat plastis daerah Talawi Sawahlunto untuk dapat dijadikan bahan pembuatan keramik hias kategori tembikar. Ponimin - PoniminCeramic craft in Sentra Keramik Dinoyo of Malang has been produced in more or less four generations long. In the beginning, local crafters made potteries in traditional kitchenware. The increasing demand of consumer made room for decorative ceramic. Unfortunately, their product design development didnโ€™t reflect local culture nuance. It because crafters werenโ€™t able to develop the design. Through this activity, researcher tried to solve design problem, extracted from local culture as ceramic creation idea. So that local culture could appear as local ceramic characters. Ceramic product design development is done by formulating design concept, manifesting concept into product design image. Design image result then tested to design expert. The product design image then improved. This design improvement then manifested into ceramic product prototype. This development produced a unique design, one of them is ceramic with Kendi Garuda Kamandaluโ€™ teapot from Kidal Templeโ€™s reliefs theme. permalink/DOI Dharsono KartikaThe encounter of modern tradition is a paradigm of modern art with a touch of tradition, a phenomenon tosearch for Indonesian roots in Indonesian cultural identity, then called the work of sanggit. To meet the global era, thealternative we have to build is how to do local studies traditional arts that can be an alternative to the development ofart towards global ideology, so that global phenomena will become more local. Preservation of traditional art, as a formof cultural resilience. Preservation can be interpreted as preservation and conservation. Preservation is maintaining,caring for, and protecting, while conservation is the preservation of development and / or utilization of value. Thepurpose of this discussion is to offer a phenomenon of meeting modern traditions in the Indonesian art workforce paradigm; 1 offering the concept of revitalization of sanggit as the basis for art work, 2 offering the concept of reinterpretation of sanggit as the basis for art work and 3 offering the concept of symbolic expression and / or abstraction as the basis of art work. Research / study steps are carried out with a qualitative research model with a cultural approach, referring to the teachings of Javanese culture in accordance with Javanese cultural philosophy and philosophy. This approach emphasizes data interpretation in case specificity. The review of the analysis in this study emphasizes more on the interaction model of qualitative data analysis, using a Javanese cultural approach. Analysis interactions were carried out to analyze qualitative data from the results of empirical data collection. The interactive results of the analysis are then examined by interpretive analysis in a hermeneutic Terumbu Karang Teori, Metode dan PraktikPrasetyo D GunturWawanGuntur, Prasetyo D. & Wawan. 2012. Pemetaan Terumbu Karang Teori, Metode dan Praktik. Bogor Ghalia Karang pada Terumbu KarangGunturGuntur. 2011. Ekologi Karang pada Terumbu Karang. Bogor Ghalia Penciptaan Seni kriya Untaian Metodologi. Yogyakarta Paskasarjana ISI YogyakartaS P GustamiGustami, S. P. 2004. Proses Penciptaan Seni kriya Untaian Metodologi. Yogyakarta Paskasarjana ISI Organisasi VisualLilik IndrawatiIndrawati, Lilik. 2009. Nirmana Organisasi Visual. Malang Universitas Negeri Terapan. Bandung Penerbit Nova Bandung AditamaAgus SachariSachari, Agus. 1989. Estetika Terapan. Bandung Penerbit Nova Bandung Aditama. Misalnya jangan sampai pemerintah mengalokasikan dana yang sangat besar untuk membangun sarana tertentu di suatu Pulau, tetapi sebenarnya pembangunan sarana tersebut kurang dibutuhkan masyarakat pulau tersebut. d. Karakteristik pulau. Dalam pengelolaan pulau-pulau terluar, melihat terlebih dahulu karakteristik pulau sangat penting sekali.
๏ปฟA. LATAR BELAKANG Terumbu karang merupakan batuan sedimen kapur yang bisa terbentuk karena kalsium karbonat dari biota laut yang menghasilkan kalsium karbonat tersebut dan kemudian terjadi sedimentasi. Sedimentasi pada terumbu ini bisa berasal dari alga ataupun karang. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Memiliki lautan yang luasnya 70% dari total keseluruhan luas negaranya, perairan Indonesia menyimpan kekayaan terumbu karang terbaik dunia. menjadikannya sebagai "surga" di bawah laut. Ditambah lagi dengan kawanan ikan-ikan yang beraneka warna, membuatnya semakin indah. Kekayaan biologi serta kejernihan airnya, membuat kawasan Taman Laut Indonesia menjadi populer hingga ke mancanegara dan juga dikenal sebagai tempat wisata. Di sekitar terumbu karam, banyak biota laut yang hidup seperti hewan avertebrata seperti kerang, ikan kecil, siput, anemon laut, crustacea, penyu, alga dan juga teripang. Terumbu karang ini memiliki banyak manfaat tidak hanya untuk manusia, namun juga untuk biota laut dan juga lingkungan, Review ini bermaksud memberikan informasi mengenai manfaat terumbu karang bagi manusia dan lingkungan hidup, sehingga diharapkan dapat menambah wawasan yang bermanfaat bagi kita untuk selalu merawat terumbu karang yang ada di laut. 1 Penelitian telah mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari spesies yang hidup di terumbu karang, serta diperkirakan juga terdapat lebih dari satu juta spesies yang mendiami ekosistem ini, Tak hanya bagi mahluk air, terumbu karang pun menjadi sumber protein bagi manusia lewat ikan-ikan yang tumbuh besar di wilayah ini. Di Indonesia, sekitar 60% protein nabati diperoleh dari ikan. Artinya, sekitar 120 juta orang bergantung pada pasokan ikan di perairan sebagai sumber pangan mereka. Hal ini belum termasuk menjadi sumber pendapatan sebesar juta dollar AS dari bisnis perikanan dan 12 juta dollar AS dari bisnis pariwisata di Asia Tenggara. Ekosistem ini juga mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi, sehingga terumbu karang juga dikenal sebagai laboratorium untuk ilmu ekologi dan berpotensi sebagai bahan obat-obatan, anti virus, anti kanker, selain itu terumbu karang juga bisa mencegah banjir rob, pemecah gelombang dan tsunami, terumbu karang juga bisa dijadikan sebagai objek wisata. Dari pemaparan ahli diatas kita dapat mengetahui bahwa terumbu karang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan lingkungan hidup jika kita memanfaatkan dengan baik contohnya saja terumbu karang bisa dijadikan bahan pewarna makanan alami yang lebih sehat daripada pewarna makanan dari kimia dan terumbu karang juga berperan penting dalam pembuatan kosmetik Bahan Kosmetik, Dengan adanya terumbu karang, maka berbagai jenis alga bisa tumbuh dengan baik di terumbu karang tersebut. Alga ini sangat berguna sebagai bahan dasar membuat kosmetik
Lautsekitar Pulau Unggas sangat tenang dasarnya merupakan habiยญtat padang lamun dan juga terumbu karang sehingga sangat cocok untuk pengembangan keramba jaring apung (KJA) untuk jenis ikan kerapu. Disamping pengembangan perikanan budidaya daerah sepadan Pulau Unggas ini juga direncanakan menjadi kawasan lindung lokal dengan pola pemanfaatan Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis ekosistem terumbu karang merupakan tempat berbagai organisme yang berasosiasi dengannya untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Disamping itu keberadaan ekosistem terumbu karang dapat melindungi pantai dari gelombang dan abrasi. Sedang kan secara ekonomi, ekosistem terumbu karang yang indah merupakan objek wisata bahari yang menarik serta merupakan daerah โ€œfishing groundโ€ yang potensial terutama bagi nelayan tradisional. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free EKOWISATA TERUMBU KARANG Lis M. Yapanto Fakultas Perikanan Dan Kelautan jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Negeri Gorontalo lizrossler PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia dan tidak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari km persegi yang tersebar luas dari perairan kawasan Barat Indonesia sampai kawasan Timur Indonesia. Wilayah Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis ekosistem terumbu karang merupakan tempat berbagai organisme yang berasosiasi dengannya untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Disamping itu keberadaan ekosistem terumbu karang dapat melindungi pantai dari gelombang dan abrasi. Sedang kan secara ekonomi, ekosistem terumbu karang yang indah merupakan objek wisata bahari yang menarik serta merupakan daerah โ€œfishing groundโ€ yang potensial terutama bagi nelayan tradisional. Istilah terumbu karang sebenarnya mengandung makna gabungan antara terumbu dan karang. Secara umum terumbu dapat diart ikan sebagai suatu substrat keras di perairan laut yang menjadi habitat dari berbagai biota laut. Kelimpahan nutrien pada ekosistem terumbu karang menjadikannya suatu ekosistem yang kaya akan berbagai biota laut yang mengandalkan lingkungan ini, baik sebagai tempat mencari makan, tempat berpijah maupun berlindung, ekosistem terumbu karang juga mempunyai peran lain dalam melindungi pantai dari terpaan ombak sekaligus sebagai kawasan yang mampu memberikan jasa lingkungan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Rumusan Masalah 1. apa itu ekowisata? 2. apa itu terumbu karang? Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari matakuliah ekowisata, serta menambah wawasan mahasiswa mengenai ekowisata terumbu karang. BAB II PEMBAHASAN Ekowisata Ekowisata menurut Fennel dalam arida 2009 merupakan wisata yang berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendididkan tentang alam, dikelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberikan dampak negatif paling rendah terhadap lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan berorientasi pada lokal dalam hal kontrol, manfaat yang dapat diambil dari kegiatan usaha. Ekowisata adalah kegiatan wisata yang bersifat khas. Dalam hal ini, kegiatan yang berisi unsur โ€œekoโ€ saja yang dapat dimasukan dalam ekowisata, yaitu memperhatiakan aspek ekologis, ekonomis dan persepsi masyarakat, bahkan secara khusus ada ahli yang mengatakan bahwa kegiatan ekowisata ini melibatkan unsur pendidikan Arida,200923. Ekosistem Terumbu Karang Terdapat tiga jenis tipe struktur terumbu karang di Indonesia, yaitu karang tepi fringing reef, karang penghalang barrier reef, dan karang cincin atoll. Terumbu karang khususnya terumbu karang tepi tumbuh subur di daerah dengan ombak yang cukup dan kedalaman tidak lebih 40m sehingga berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang dan arus kuat yang berasal dari laut. Selain itu terumbu karang mempunyai peran utama sebagai habitat, tempat mencari makan feeding ground, tempat asuhan dan pembesaran nursery ground serta tempat pemijahan spawning ground bagi berbagai biota yang hidup di terumbu karang Bengen, 2001. Proses fotosintesis bagi zooxanthellae tergantung dari penetrasi radiasi matahari yang masuk ke dalam kolom air, maka kedalaman dan kejernihan air merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan terumbu dan koloni karang. Radiasi matahari yang cukup untuk mendukung proses fotosintesis zooxanthellae terumbu karang yang terjadi pada kedalaman tersebut dan kejernihan air terkait dengan kandungan sedimen alam perairan. Di satu sisi kandungan sedimen yang tinggi akan menghambat penetrasi radiasi matahari sehingga mengurangi jumlah radiasi yang diperlukan untuk proses fotosintesis, disisilain endapan sedimen di permukaan koloni karang menyebabkan karang mengeluarkan banyak energi untuk membersihkan diri dari sedimen tersebut. Akibatnya karang kehilangan banyak energi, sementara proses fotosintesa untuk menghasilkan energi juga terhambat. Hal itulah yang menyebabkan karang terhambat pertumbuhan nya Nybakken, 1992. Nontji 1987, mengemukakan ekosistem terumbu karang meliputi areal seluas km2 dari luas perairan dan merupakan ekosistem unik, hidup di daerah tropis dengan produktifitas yang sangat tinggi. Menurut Zhong dan Dong 1999, terumbu karang coral reef terdiri dari dua kata yaitu terumbu reef yang berarti endapan masif kapur limestone, terutama kalsium karbonat CaCO3 yang berupa hasil sekresi kapur dari hewan karang dan biota-biota lainnya, seperti alga berkapur dan moluska, dari hasil sekresi tersebut terbentuk konstruksi batu kapur biogenis sebagai struktur dasar ekosistem pesisir. Nyabaken 1986, juga menyebutkan terumbu dapat diartikan punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air. Sedangkan, karang coral, yaitu sejenis hewan dari ordo scleractinia, yang menghasilkan kalsium karbonat CaCO3 dari hasil sekresinya. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip. Jadi terumbu karang coral reef adalah sebuah ekosistem di dasar laut pada daerah tropis yang tebentuk dari kapur hasil sekresi biota laut khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis mollusca, crustacean, echinodermata, polikhaeta, porifera, dan tuni kata juga biota-biota yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton Sumich dan Dudley, 1992. Perbedaan pengertian dari masing-masing kata dari terumbu karang secara tidak langsung menyatakan bahwa karang terbagi berdasarkan pembentuknya. Terdapat dua kelompok karang berdasarkan pembentuknya yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaan kedua kelompok karang ini adalah terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatifik. Sel-sel tumbuhan ini dinamakan zooxanthellae. Dahuri, et al. 2001, mengatakan Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia. Zooxanthellae melalui proses fotosintesis membantu memberi suplai makanan dan oksigen bagi polip dan juga mambantu proses pembentukan kerangka kapur serta memberi warna pada karang. Sebaliknya polip karang menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbon dioksida, fosfat dan nitrogen yang digunakan oleh zooxanthellae untuk fotosintesis dan pertumbuhannya Nontji, 1993. Menurut Nyabakken 1992, ekosistem terumbu karang memiliki kemampuan untuk menahan nutrien dalam sistem sehingga merupakan ekosistem yang subur dan memiliki produktivitas organik yang tinggi. Ekosistem terumbu karang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata bahari dikarenakan ekosistem terumbu karang yang kaya akan keanekaragaman spesies dan penghuninya disebabkan habitat pada ekosistem terumbu karang yang bervariasi Dahuri et al.,2001. Selain fungsi ekologis, terumbu karang juga memiliki keindahan karena adanya berbagai jenis karang, ikan, lili laut, teripang, kerang-kerangan, siput laut, dan lain sebagainya, yang membuat takjub para wisatawan. Terumbu karang dapat menjadi objek wisata melalui kegiatan snorkeling, menyelam, ataupun hanya melihat keindahannya dari atas kapal yang dilengkapi kaca pada lantainya glass bottom boat Yusri, 2012. Berdasarkan pertumbuhan dan hubungan dengan daratan terumbu karang dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu, terumbu karang tepi fringing reef mayoritas berada di daerah pesisir pantai hingga kedalaman 40 m yang tumbuh ke atas dan mengarah ke laut lepas, perkembangannya mengelilingi pulau, terumbu karang penghalang barrier reef relatif lebih jauh dari pulau sekitar 0,52 km kearah laut lepas berupa batas perairan dengan kedalaman 75 m umumnya berada di sekitar pulau yang amat besar membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus, dan terumbu karang cincin atol berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 m. Namun di Indonesia memiliki satu ciri khas bentuk terumbu karang, yaitu terumbu karang gosong pacth reef terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal Castro dan Huber, 2005. Wisata Bahari Wisata juga umumnya disebut pariwisata, dalam bukunya Warpani 2007, mengatakan bahwa penggunaaan kata pariwisata baru populer digunakan pada tahun 1958. Sebelum itu masih digunakan kata turisme, yang merupakan serapan bahasa belanda tourisme. Setelah tahun 1956 resmilah kata pariwisata sebagai padanan tourisme. Perkembangan dan pengayaan makna selanjutnya adalah hadirnya istilah darmawisata, karyawisata, widyawisata, yang semuanya mengandung unsur โ€œwisataโ€. Menurut Pendit 2002, wisata secara harfiah diambil dari kata bahasa sansekerta yang berasal dari โ€žwisโ€Ÿ yang berarti rumah, kampung atau komunitas, dan โ€žataโ€Ÿ yang berarti mengembara atau pergi terus menerus. Wisata menurut Pusat Bahasa 2008, berarti bepergian bersama-sama, baik untuk tujuan memperluas pengetahuan atau hanya sekedar bersenang-senang. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009, Bab I Pasal 1 Butir 1 berbunyi โ€œWisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementaraโ€. Dalam sebuah kegiatan wisata, pelaku atau yang melakukan wisata disebut sebagai wisatawan. Berdasarkan semua pengertian yang telah dikemukakan dapat ditemukan kesaman dari semua pengetian tersebut yang menunjuk kepada tiga hal yaitu, pelaku, objek yang berupa tempat, serta waktu. Kegiatan wisata tentu mempunyai daya tarik sebagai objek yang membuat wisatawan berdatangan dan mau menikmati, mengamati atau mempelajari. Sehingga dalam kegiatan wisata daya tarik inilah yang sangat penting. Oleh karena itu menurut kegiatan wisata atau pariwisata harus menjaga dan menjamin kelestarian lingkungan Warpani, 2007. Namun dalam menjaga kelestarian lingkungan tidaklah mudah. Jumlah wisatawan yang mengunjungi daerah yang masih asli lingkungannya meningkat secara tajam pada beberapa tahun belakagan ini. Oleh karena itu perlunya konsep daya dukung kawasan dalam suatu area wisata. Daya dukung kawasan merupakan salah satu bagian dari konsep ekowisata. Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pengembangan Ekowisata di Daerah, ekowisata dibagi menurut jenisnya yaitu, ekowisata bahari, ekowisata hutan, ekowisata pegunungan dan ekowisata karst. Layaknya konsep ekowisata pada umumnya yang berbasis lingkungan, penentuan daya dukung kawasan wisata bahari lebih dikhususkan untuk pemanfaatan ekosistem pesisir dan laut yang bijak dan ramah lingkungan. Seperti yang ditegaskan Yulianda 2007, bahwa ekowisata bahari merupakan ekowisata yang memanfaatkan karakter sumber daya pesisir dan laut. Ekowisata bahari merupakan konsep wisata bahari yang ramah lingkungan atau kegiatan yang berorientasi pada kelestarian lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumber daya alam dan industri kepariwisataan Yulianda, 2007. Nurisyah 1998 dalam Lewaherilla 2002, berpendapat keragaman daerah pesisir dalam kegiatan wisata bahari merupakan daya tarik tersendiri, sehingga dalam jenis pemanfaatan wilayah pesisir dan laut sebagai kawasan wisata bahari dapat dibagi menjadi kegiatan yang dilakukan di perairan dan kegiatan yang dilakukan di pantai. Jenis kegiatan di perairan berupa kegiatan berperahu, berenang, snorkeling, menyelam dan memancing. Sedangkan kegiatan dipantai seperti olah raga pantai, piknik menikmati atmosfer laut, dan sebagainya. Menurut Ketjulan 2010, jika ditinjau dari aspek konservasi, ekowisata bahari merupakan bagian dari kegiatan untuk melestarikan sumberdaya pesisir dan laut karena pengembangan ekowisata didasarkan pada kerusakan ekosistem atau sumber daya akibat kegiatan wisata atau kegiatan lain yang memberikan dampak negatif. Ketjulan 2010 menambahkan, kegiatan wisata bahari dapat menimbukan turunnya kualitas sumber daya sehingga perlunya pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tetap memperhatikan keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian sumber daya objek dari kegiatan wisata dengan melakukan pengelolaan yang berkelanjutan. Tidak jauh berbeda, dengan berdasar pada defenisi ekowisata, Tuwo 2011 menyimpulkan bahwa ekowisata bahari merupakan wisata yang berbasis pada sumberdaya pesisir dan laut dengan meneyertakan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekosistem pesisir dan laut. Namun dalam hal ini konsep ekowisata yang diterapkan hanya mencakup daya dukung fisik dari daerah wisata. Wisata Selam Dunia selam awalnya merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan olahraga, sehingga belum digunakan sebagai salah satu media untuk menikmati keindahan laut. Seiring perkembangannya kegiatan penyelaman mulai berubah fungsi menjadi kegiatan untuk menikmati keindahan bawah laut yang kemudian disebut wisata selam. Menurut Suhonggo 1998 dalam Santoso 1998 menyelam atau diving terbagi menjadi dua kategori yaitu skin diving atau scuba diving. Scuba diving adalah menyelam di dasar permukaan air sehingga kita dapat menikmati keindahan bawah air secara lebih dekat Suhonggo, 1998 dalamSantoso, 1998. Pada kegiatan wisata selam ada beberapa kategori yang harus diperhatikan untuk kelayakan suatu lokasi penyelaman yaitu, kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang. Sedangkan untuk daya dukung wisata selam harus memenuhi luasan 2000 m2 untuk dua orang penyelam, dalam waktu 8 jam sehari Yulianda, 2007. Wisata Snorkeling Berbeda dengan selam scuba diving, Snorkeling skin diving diartikan sebagai salah satu jenis menyelam dibawah air menggunakan snorkel, alat khusus berupa pipa yang dihubungkan dengan udara yang membuat kita dapat bernapas di dalam air, dengan posisi kepala tetap di dalam air sambil menikmati keindahan yang berada di dasar Suhonggo, 1998 dalam Santoso 1998. Skin diving memiliki kriteria kelayakan suatu lokasi untuk dijadikan lokasi wisata selam, tidak jauh berbeda dengan kegiatan scuba diving, berupa kecerahan perairan, tutupan karang, jenis bentuk pertumbuhan karang lifeform karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang serta ditambahkan lebar hamparan dasar karang, sedangkan untuk memenuhi daya dukungnya, area yang harus tersedia untuk seorang pengunjung adalah 500 m2, dan waktu yang dibutuhkan dalam sehari 6 jamYulianda, 2007. BAB III Kesimpulan Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah โ€ข sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan, dan batu karang, โ€ข pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya. โ€ข penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati. Saran Dalam menata sebuah kawasan menjadi tempat rekreasi, dibutuhkan inovasi baik itu infrastruktur bangunan seperti transportasi, hotel, juga keamanan dan kenyamanan para wisatawan. Miskin inovasi akan terasa sulit untuk memasuki bisnis rekreasi berbasis masyarakat dan ekologi. Bukan hanya bom inovasi, artinya bukan hanya sekali dibuat tapi berlaku untuk seterusnya berkelanjutan /sustainable. REFERENCE [1] Akbar, Aldino. 2006. Inventarisasi Pontensi Ekosistem Terumbu Karang UntukWisata Bahari Snokeling dan Selam di Pulau Kera, Pulau Lutung dan Pulau Burung di Kecamatan Sinjuk, Kabupaten Belitung. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [2] Avery, T. Berlin, G. 1985. Fundamental of Remote Sensing and Air-Photo Interpretasion. Prantice Hall, inc. New York. [3] Bahar, Ahmad., Dan Rahmadi Tambaru. 2011. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan Wisata Bahari di Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Wisata Bahari Polman. Polewli-Mandar. [4] Bengen, D. G. dan Retraubun, A. S. W. 2006. Menguak Realitas dan Urgensi Pengelolaan Berbasis Eko-sosio Sistem Pulau-Pulau Kecil. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut P4L, Bogor. [5] Castro, P. dan Huber ME. 2005. Marine Biology Ed ke-5. Mc Graw Hill International. New York. [6] Ceballos, dan H. Lascurain. 1987. The future of ecotourism. Mexico Journal January, Mexico. [7] Clarke, K. C. 1997. Getting Started With Geographic Information Systems. Englewood Cliffs, New Jersey Prentice Hall. [8] Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II COREMAP. 2009. Cerita Sukses COREMAP II Kabupaten Raja Ampat. Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II COREMAP II Kabupaten Raja Ampat, Raja Ampat. [9] Dahuri, R., Rais J., dan Ginting 2004. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Paradya Paramitha. Jakarta. [10] English, S., C. Wilson, dan V. Baker. 1997. Survey Manual of Tropical Marine Resource. ASEAN-Australia Marine Science Project Living Coastal Resources. Australia. [11] FAO. 1981. A Frame for Land Evaluation. FAO and Agriculture Organization of The United Nastion. Roma. [12] Yapanto, Musa, 2018. Distribution of Seafood Production in Bajo Sector of Gorontalo Province Indonesia. International Journal of Innovative Science and Research Technology, 38. [13] Yapanto, L. M., & Olilingo, F. Z. 2020. The contribution of the fisheries and marine sectors to improving regional income. 2210, 1307โ€“1321. [14] Muhaimin, A. W., Toiba, H., Retnoningsih, D., & Yapanto, L. M. 2020. The Impact of Technology Adoption on Income and Food Security Of Smallholder Cassava Farmers Empirical Evidence From Indonesia. 299, 699โ€“706 [15] Setiawan, R., Pio, L., Cavaliere, L., Sankaran, D., Rani, K., Yapanto, L. M., Laskar, N. H., Raisal, I., Christabel, G. J. A., Setiawan, R., Petra, U. K., Airlangga, U., Pio, L., Cavaliere, L., & Foggia, U. Access to Financial Services and Women Empowerment, through Microfinance eligibility. 1, 841โ€“859. [16] Yapanto, L. M., Tanipu, F., Paramata, A. R., & Actors, E. 2020. THE EFFECTIVENESS OF FISHERY COOPERATIVE INSTITUTIONS. 1725, 1329โ€“1338. [17] Muhaimin, A. W., & Wijayanti, V. 2019. ANALYSIS OF MARKET STRUCTURE, CONDUCT AND PERFORMANCE OF CORN ZEA MAYS L. IN KEDUNG MALANG VILLAGE, PAPAR DISTRICT, KEDIRI REGENCY, EAST JAVA. International Journal of Civil Engineering and Technology IJCIET, 10, 10โ€“16. [18] Yapanto, L. 2019. Marketing Efficiency of Sea Food Production in Bajo District Boalemo Province Gorontalo. 1985. [19] Muhaimin, A. W., Toiba, H., Retnoningsih, D., & Yapanto, L. M. 2020. The Impact of Technology Adoption on Income and Food Security Of Smallholder Cassava Farmers Empirical Evidence From Indonesia. 299, 699โ€“706. [20] Yapanto, 2019. Marketing Efficiency of Sea Food Production in Bajo District Boalemo Province Gorontalo. 1985. [21] Yapanto, L. M., & Nursinar, S. Traditional Handline Fishing in Pohuwato Regency, Indonesia. 6, 24โ€“30. [22] Sundram, S., Venkateswaran, P. S., Jain, V., Yu, Y., Yapanto, L. M., Raisal, I., Gupta, A., & Regin, R. 2020. The Impact of Knowledge Management on The Performance of Employees The Case of Small Medium Enterprises. Productivity Management, 251S, 554โ€“567. [23] Yapanto, & Modjo, M. L. 2018. Assessing public awareness level on the preservation of coral reefs The case study in Biak Numfor, Papua, Indonesia. In Copyright EM International. [24] Baruadi, A. S. R., & Yapanto, L. M. 2020. Supporting the capacity of coastal areas in North Gorontalo District. 811, 1932โ€“1941. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Lis M YapantoFachruddin Z OlilingoยฒNorth Gorontalo District has potential fisheries resources. But the contribution of the fishery against Gross Regional Domestic Product GRDP only of In general, this research aims to identify and analyze the fisheries sector's assistance in the economy, knowing the base's level and exploring the fishery economic typology. The methods used are secondary data analysis. Data analysis is an analysis of Shift Share analysis, Location Quotient LQ, and the Klassen Typology analysis. Amount of LQ, typology of the economic sector of fisheries obtained assistance based on prevailing. Constant prices put the fishing on order/rank fifth and sixth in the achieving of GRDP. The fisheries sector in Gorontalo Utara district is not a sector basis with patterns and economic structure growing with a condition relative's left behind. Five sub-districts became a priority and needed to be developed/ is the resource of the new economy, and the center of technology administration, the essence of corporate organizations. It was used as a method for generating sustainable economic gains and higher performance from the 1990s. It has now become a key asset to maintain profitable corporate advantages and a catalyst for sustained progress and innovation. Each corporation aims to expand and develop whether it is a small business or a large company so that the owners can return on their investment. This objective can be achieved by sustainably superior corporate efficiency. Several variables will affect the current economy's operational success, but information management is becoming more relevant. This paper is intended to summarize knowledge management, emphasizing the importance of this practice area and, on the other hand, presenting some case studies on how knowledge management from various industries is applied. Therefore, after analyzing many case studies where knowledge management is applied, we will explore the concept that knowledge management has significant consequences for an organisation's efficiency. We will continue Manuscript; Original published in Productivity management, 251S, GITO Verlag, P. 554-567, ISSN 1868-8519, 2020 555 by emphasizing organisations' general view, their current economy, the information management framework, and how it can be used in organizations. This is accompanied by an overview of information management instances applied and their effect on overall performance. Ultimately, our statement indicates that knowledge management has a positive impact on business aim of this study was to assess the level of public awareness on the importance of the coral reefs preservation in Biak Numfor, Province Papua, Indonesia. The study employed descriptive qualitative research method. Data collection techniques were using questionnaires and interviews as well as documents. The result of this study showed that the level of public awareness on the coral reefs preservation as follows 1 in the district of Oridek with a population of 4,665 people, there are 52% aware of the necessity to regulate the management of marine resources corals; 2 in district Amaindo population of 2,209 people the level of awareness was high with a total 18% concern that the need for regulation management of marine resources and Padaido counties with a population of 1,707 inhabitants that have high levels of awareness about the need to regulate the management of marine resource utilization by 15%, as well as in districts Biak East with a population of 6,698 inhabitants that has a level of consciousness should be setting the management of marine resources especially coral reefs by 15%. In terms of public knowledge about the things that destroy coral reefs for Aimando region has the highest percentage, namely 50% of people already know all that can damage coral reefs. While at the district level Aimando people to things that can damage coral reefs by 21%, then the district Padaido is about 16%, in East Biak district-level people's knowledge to cause damage to coral reefs by 13%. Oridek people in the region have a high level of awareness. With Coremap program impacts most notably the increased well-being of coastal communities. In order to maintain the balance and preservation of coral reefs need to pass a law governing regulation. Coremap existence needs to be continued in order to preserve the existence of coral reef ecosystems to sustain life aquatic purpose of this study is to analyze the relationship between adoption of new technologies, income and food security of small farmers in East Java. Data from a survey of 300 cassava farmers from three districts Malang, Blitar, and Trenggalek, East Java Province were analyzed to explain this problem. Matching tendency scores are used to analyze the impact of adoption of new technologies such as the selection of "Varieties Malang 4" cassava varieties for corn flour to affect income and food security in cassava farmers. The results of econometric analysis reveal that there is an impact on heterogeneity of adoption. We find that adoption has a positive effect on agricultural income and diversity of household diets. However, the adoption has a negative impact on smallholder management strategies for food insecurity. The results show that improving technology can improve the welfare of small farmers. Lis M YapantoFarid Th MusaThe research was conducted in Bajo Tilamuta Village, Boalemo District, Gorontalo Province. Marketing is one of the most important activities in marketing seafood in Bajo Village in Boalemo, because one of the factors that become a constraint is the availability of adequate infrastructure. In Bajo Lemito Village, Boalemo Regency has high potential for fishery such as; Cucumbers and Pearls of the Sea, Mabe, Japing. The purpose of this study is to study the economic situation in Bajo Tilamuta Village Boalemo District, living conditions of fishermen, production and marketing. The research method used is descriptive by using purposive sampling method that is direct sampling because it is known before the sample can represent population. While the data analysis using quantitative and qualitative methods. The qualitative method is to provide a discussion of quantitative data relating to the theoretical aspects and separated by categories to get conclusions. The results of this study provide information that the sea cucumber classified as having a good marketing efficiency and categorized into the marketing that has been efficient when marketing pearl shells, Mabe, marketing Japing not Lis Lis M YapantoThe study was conducted in Bajo Tilamuta Village, Boalemo District, Gorontalo Province. Marketing is one of the most important activities in marketing the existing seafood in Bajo Village in Boalemo, because one of the factors that become obstacle is the availability of adequate infrastructure. In Bajo Lemito Village, Boalemo Regency has potential for high value fishery such as; Sea Cucumbers and Pearls, Mabe, Japing. The purpose of this study is to study the state of the economy in the Village Bajo Tilamuta Boalemo district, living conditions of fishermen, production and marketing. The research method is descriptive by using purposive sampling method that is taking direct samples because it is known before that the sample can represent the population. While the data analysis using quantitative and qualitative methods. Qualitative method is to provide a discussion of quantitative data relating to theoretical aspects and separated by category to get conclusions. The results of the study provide information that the sea cucumber is classified as having a good marketing efficiency and categorized into the already efficient marketing while marketing pearl shells, Mabe, Japing marketing has not been Sahri Lis M YapantoThe research objective is to determine the coastal area's carrying capacity, which is the main focus of research. The research has been conducted for three months, starting from Juny 2020 to August 2020. The data needed in this study consists of primary data and secondary data. Primary data comes from information that supports the achievement of research objectives. Primary data can come from field information, community information, and documents relevant to the achievement of research objectives. Secondary data consists of data related to the management and utilization of coastal areas, traditional and modern, and various other relevant documents. Primary collected data by observations and field surveys, interviews with key informants, namely people recorded as having lived in coastal areas for a long time. The in-depth interview process carried out using an interview guide, which contains the informant's main things. Technical Sampling by Purposive Sampling, namely the area selected based on its ability to answer and provide information about the problem and research objectives. The area taken as the sample is because the researcher thinks that the coastal area has the information needed for his research. The number of samples taken was three districts from a homogeneous sub-district population. Analysis of the priority of coastal area development using an integrated approach This analysis will be carried out using the process hierarchy analysis AHP. The conclusion that fishing technology has not been able to maximize fisheries' full potential in marine areas. The government must immediatelybuilding infrastructure that supports downstreaming in coastal areas, encouraging increased capacity or volume of capture fisheries using fishermen's Pontensi Ekosistem Terumbu Karang UntukWisata Bahari Snokeling dan Selam di Pulau KeraAldino AkbarAkbar, Aldino. 2006. Inventarisasi Pontensi Ekosistem Terumbu Karang UntukWisata Bahari Snokeling dan Selam di Pulau Kera, Pulau Lutung dan Pulau Burung di Kecamatan Sinjuk, Kabupaten Belitung. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

yangindah. Kelestarian lingkungan seperti keberadaan ekosistem stem lamun, ekosistem mangrove dan lain Indonesia. Wisata bahari yang dikembangkan merupakan jasa lingkungan dari bagian sumber daya yang akan memberikan manfaat pada kepuasan batin seseorang dikarenakan mengandung nilai estetika (Ali, 2004). Nilai

terumbu karang sumber pixabayTerumbu karang merupakan ekosistem khas yang terdapat di wilayah pesisir daerah tropis. Penyusun utama dari ekosistem ini, yaitu sekelompok binatang karang penghasil terumbu karang mempunyai peran penting dalam menjaga sumber daya perikanan dan kelautan. Indonesia termasuk dalam segitiga karang di dunia yaitu wilayah yang kaya akan terumbu karang. Akan tetapi, banyaknya aktivitas manusia memberikan dampak yang buruk bagi terumbu karang yang akhirnya mengancam ekosistem karena itu, kita harus menjaga terumbu karang karena terumbu karang memiliki peran yang sangat penting bagi aspek ekologi, ekonomi juga aspek peran penting dalam aspek ekologi terumbu karang berfungsi menjadi habitat dari berbagai jenis biota laut. Berbagai jenis biota laut menjadikan terumbu karang sebagai tempat tinggal,mencari makan, dan tentunya menjadi tempat dimana biota laut berkembang biak. Dengan adanya terumbu karang, berbagai jenis biota laut dapat terus hidup dan berkembang biak sehingga keberadaan mereka tetap lestari. Selain itu, terumbu karang bersama dengan padang lamun dan hutan mangrove berperan penting sebagai penahan gelombang air laut untuk melindungi daerah pantai dari abrasi sehingga daerah pantai tidak rusak akibat terkikis oleh gelombang aspek ekonomi terumbu karang menyediakan berbagai jenis ikan yang dapat dikonsumsi ataupun dijual untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu, beraneka macam biota yang hidup di terumbu karang juga sering dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk obat-obatan dan juga kosmetik. Keindahan terumbu karang juga menjadi daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebagai objek aspek sosial terumbu karang bermanfaat dalam kegiatan pendidikan terutama mengenai ekosistem pesisir, mengenai tumbuhan dan hewan laut serta pecinta alam. Selain itu, terumbu karang juga digunakan sebagai sarana karang sumber pixabayDapat di lihat bahwa terumbu karang memiliki banyak manfaat. Akan tetapi, terumbu karang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ekosistem terumbu karang banyak menghadapi permasalahan dan tingkat kerusakan terumbu karang terus meningkat. Terdapat banyak hal yang dapat merusak ekosistem terumbu karang di antaranya pemanasan global, pembuangan limbah ke laut, sampah, polusi, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bom dan terumbu karang rusak maka berbagai jenis biota laut akan kehilangan tempat tinggal dan tempat makan mereka serta tidak dapat berkembang biak. Jika hal ini terus berlanjut tentunya akan mengurangi populasi biota laut dan menyebabkan kepunahan sehingga kita tidak dapat memanfaatkan sumber daya karena itu, kita perlu menjaga terumbu karang agar tetap dalam kondisi yang baik sehingga biota laut akan terus lestari dan kita juga menerima banyak manfaat yang di sediakan oleh terumbu karang.
Disitu hidup banyak jenis ikan yang warnanya indah. Indonesia memiliki lebih dari 253 jenis ikan hias laut. Karena keberadaan terumbu karang tersebut sangat penting dalam pengembangan berbagai sektor termasuk sektor pariwisata. Khusus mengenai terumbu karang, Indonesia dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo
Perkembanganpotensi maritim didefinisikan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan menggali potensi maritim untuk membulatkan keutuhan pembangunan yang sedang diselenggarakan. Dalam hal ini , seperti bidang kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim,
.
  • b90wvnp616.pages.dev/125
  • b90wvnp616.pages.dev/65
  • b90wvnp616.pages.dev/63
  • b90wvnp616.pages.dev/696
  • b90wvnp616.pages.dev/656
  • b90wvnp616.pages.dev/125
  • b90wvnp616.pages.dev/930
  • b90wvnp616.pages.dev/429
  • b90wvnp616.pages.dev/931
  • b90wvnp616.pages.dev/904
  • b90wvnp616.pages.dev/899
  • b90wvnp616.pages.dev/800
  • b90wvnp616.pages.dev/387
  • b90wvnp616.pages.dev/631
  • b90wvnp616.pages.dev/352
  • keberadaan terumbu karang yang indah sangat penting dalam pengembangan sektor